Kamis, 2 Oktober 2025

Macet Horor di Tanjung Priok

Djoko Setijowarno Ungkap Penyebab Sebenarnya Macet Parah di Tanjung Priok

Kemacetan parah yang terjadi di Priok jadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih mengedepankan angkutan barang berbasis rel dibanding jalan raya.

Kompas.com
MACET TANJUNG PRIOK - Pengamat transportasi Djoko Setijowarno. Ia meminta kemacetan parah yang terjadi di Tanjung Priok Jakarta jadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih mengedepankan angkutan barang berbasis rel dibanding jalan raya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyoroti kebijakan pemerintah soal pembatasan operasional logistik selama 16 hari pada libur Lebaran jadi penyebab kemacetan di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

"Pada angkutan Lebaran, pemerintah terlalu lama membatasi (aktivitas) operasional logistik, bahkan sampai 16 hari. Pembatasan operasional angkutan logistik semestinya tidak boleh lebih dari lima hari," ujar Djoko saat dihubungi Sabtu (19/4/2025).

Saat itu, pemerintah melarang mobilitas angkutan barang yang berlaku pada 24 Maret-8 April 2025. Kondisi itu menyebabkan bongkar muat di pelabuhan menumpuk, bahkan tersendat.

Baca juga: 5 Fakta Macet Parah di Tanjung Priok: Biang Kerok, Kompensasi hingga Pramono Anung Tegur Pelindo

"Kondisi ini dikhawatirkan menghambat pertumbuhan ekonomi mengingat kelancaran distribusi logistik menjadi salah satu indikator perputaran ekonomi," terang Djoko.

Di sisi lain, menurut Djoko, kemacetan parah yang terjadi juga jadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih mengedepankan angkutan barang berbasis rel dibanding jalan raya.

Dia mencontohkan, di zaman Belanda, jalur rel sudah terhubung dengan dermaga. Tujuannya, agar alur angkutan barang bisa lebih lancar. Namun, kini hampir semua jalur itu diputus. Tersisa hanya di Pelabuhan Tanjung Intan (Cilacap).

"Sejumlah akses pelabuhan di zaman Belanda sudah lengkapi dengan jalan rel dan area penyangga," ujar Djoko.

Misalnya, di Pelabuhan Belawan (Medan), Pelabuhan Teluk Bayur (Padang), Pelabuhan Panjang (Lampung), Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta), Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang), Pelabuhan Juwana (Pati), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya).

"Sekarang area penyangga itu telah berubah fungsi menjadi pemukiman dan perumahan," sambungnya.

Oleh karena itu, Djoko melihat pemerintah harus mengevaluasi kebijakan itu agar tidak terulang. Jangan sampai ada pihak yang dirugikan lagi akibat kesalahan kebijakan.

"Pada akhirnya juga negara merugi, karena pertumbuhan ekonominya tidak tercapai," kata Djoko.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved