Di Balik Bunyi Gitar Ngrombo: Ekosistem Mikro yang Saling Bergantung
Di Desa Ngrombo, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo, sentra industri gitar menjadi sejarah hingga warisan yang tetap lestari hingga sekarang
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
Editor:
Sri Juliati
Proses ini tidak terjadi di satu tempat, melainkan tersebar di berbagai rumah produksi kecil yang saling terhubung, seperti kepingan puzzle yang membentuk sebuah mahakarya.
Sistem kerja kolaboratif ini telah berlangsung sejak 1960-an, diwariskan dari generasi ke generasi.
Namun, kini, bayangan suram mulai menggelayut. Menemukan penerus yang mau menekuni kerajinan ini semakin sulit.
“Anak-anak muda lebih tertarik pada pekerjaan lain, sementara membuat gitar butuh kesabaran dan ketekunan,” keluh Sumardi, Ketua Paguyuban Klaster Gitar Amanah, Jumat (28/3/2025).
Saat ini, sekitar 225 pengrajin masih bertahan di Desa Ngrombo.
Mereka memproduksi ribuan gitar setiap bulannya, dengan variasi harga yang berkisar dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah, tergantung pada jenis dan kualitasnya.
Namun, di tengah tantangan zaman, keberlanjutan industri ini semakin dipertaruhkan.
Relasi Sosial & Ekonomi: Bukan Sekadar Bisnis
Industri gitar di Ngrombo tidak sekadar urusan jual beli.
Ia berdiri di atas jalinan relasi sosial yang erat.
Paguyuban hadir bukan hanya sebagai wadah organisasi, tetapi juga sebagai rumah tempat para pengrajin bersandar.
Saat pesanan sepi, paguyuban menjadi tempat berbagi solusi.
Saat harga pasaran anjlok akibat persaingan di dunia digital, mereka berdiskusi untuk mencari jalan keluar.
Di tengah rantai produksi yang panjang, ada peran-peran informal yang tak kalah penting.
Salah satunya adalah Sumardi yang menjadi jembatan antara bank dan para pengrajin.
Ia membantu warga mendapatkan akses modal, memastikan roda produksi tetap berputar meski menghadapi badai ekonomi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.