Selasa, 7 Oktober 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Pertalite Dioplos Jadi Pertamax: Bongkar Sampai Akar, Periksa Pejabat Tinggi dan Politikus Terlibat

Tanpa alat penguji independen yang dapat memverifikasi nilai RON BBM, konsumen hanya bisa percaya pada klaim yang diberikan oleh Pertamina.

Kolase Tribunnews.com: Dok. Pertamina
TERSANGKA KORUPSI PERTAMAX - (Kiri ke kanan atas) Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne; dan Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. (Kiri ke kanan bawah) Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; VP Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; dan Dirut PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi. Keenam petinggi Pertamina ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina periode 2018-2023. Akibat perbuatan mereka, negara merugi hingga Rp193,7 triliun. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan aparat penegak hukum diminta serius menangani persoalan korupsi minyak mentah yang dilakukan Pertamina Group dan perusahaan swasta.

Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Mulyanto mengatakan, pemerintah harus bersungguh-sungguh untuk membongkar kasus ini secara tuntas hingga ke akar-akarnya. 

"Pemerintah jangan ragu-ragu memeriksa siapun yang terlibat dalam kasus ini baik pejabat tinggi, politikus, ataupun beking aparat," kata Mulyanto dikutip Kamis (27/2/2025).

Ia meminta pemerintah harus dapat melindungi masyarakat, jangan sampai dirugikan karena kasus dugaan penyimpangan dalam pengadaan impor Pertamax ini. 

Baca juga: 5 Pengakuan Pengguna Pertamax soal BBM Oplosan: Merasa Dirugikan, Ancam Tak Pakai Produk Pertamina

Menurutnya, keresahan dan kepercayaan masyarakat pada produk BBM Pertamina harus dipulihkan dengan bukti nyata. 

"Sekarang ada anggapan kalau Pertamax adalah Pertalite yang tidak ngantri," sindir Mulyanto. 

Ia pun menyarankan, pemerintah lakukan uji sampel BBM jenis Pertamax dari beberapa SPBU. 

Hal ini penting dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat setelah beredar kabar Pertamax adalah Pertalite yang dioplos. 

Pemerintah harus menjamin bahwa BBM jenis Pertamax sesuai dengan spesifikasi berdasarkan uji sampel terbaru, bukan sekedar klaim pada pernyataan sepihak dari Pertamina

"Pemerintah melalui Dirjen Migas atau BPH Migas harus dapat memastikan bahwa Pertamax yang dijual Pertamina di SPBU-SPBU Pertamina benar-benar sesuai dengan spesifikasi yang benar yakni dengan RON 92," ujar Mulyanto. 

Lebih lanjut ia menyampaikan, dalam kasus korupsi ini kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun, terutama untuk pemberian kompensasi BBM sebesar Rp 126 triliun, dan untuk pemberian subsidi BBM sebesar Rp 21 triliun dari tahun 2018-2023.  

"Ini kan jumlah yang sangat besar, dibandingkan dengan dana subsidi BBM secara keseluruhan, yang sebesar Rp 145,8 triliun pada tahun 2024.Ini diduga terjadi karena perbuatan melawan hukum dalam hal pembayaran produk kilang impor RON 90 dengan harga RON 92," terang Mulyanto.

Potensi Manipulasi Harga dan Keuntungan Sepihak

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ, Achmad Nur Hidayat, mengatakan, publik saat ini berada dalam posisi lemah dalam menentukan kualitas BBM yang mereka beli. 

Ia menyebut, tanpa alat penguji independen yang dapat memverifikasi nilai RON BBM, konsumen hanya bisa percaya pada klaim yang diberikan oleh Pertamina.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved