Selasa, 30 September 2025

Super Holding Danantara

Anggota DPR: Pasar Merespon Datar Pembentukan Danantara 

Harga saham perusahaan BUMN yang sudah go public justru turun setelah muncul kabar pembentukan Danantara.

HandOut/Istimewa
PASAR CUEKI DANANTARA - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam. Dia menilai, pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai superholding dan soverign wealth fund (SWF), tidak direspon positif oleh pasar. 

 


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR Mufti Anam menyampaikan, kehebohan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai superholding dan soverign wealth fund (SWF), justru tidak direspon positif oleh pasar.

"Ini nampak dari saham-saham BUMN yang menjadi tulang punggung Danantara kinerjanya jelek, harga saham justru turun," ujar Mufti saat dihubungi Tribunnews, Selasa (25/2/2025).

Dia mencontohkan, harga saham BRI yang turun di Oktober 2024. Sejak muncul isu Danantara sempat menyentuh harga Rp 5.000, dan ketika Danantara dibentuk justru turun di kisaran Rp 3.900. Begitu pula dengan harga saham BUMN lainnya.

Terkait hal itu, Mufti bilang Danantara telah memiliki beban yang berat diawal pembentukannya apalagi terlalu banyak gorengan politik dan nuansa bagi-bagi kekuasaan. 

Menurut dia seharusnya kehebohan pembentukan Danantara dengan kekuasannya yang besar bisa mendorong kepercayaan pasar terhadap saham BUMN.

Faktanya, harga-harga saham perusahaan BUMN yang sudah go public justru turun.

"Memang Danantara belum bekerja, tapi respon pasar sudah pesimis, ada kekhawatiran kinerja BUMN malah turun ketika ada Danantara karena birokrasi yang makin panjang dan tata kelola yang belum terlihat efektif," ucap Mufti.


Mufti menerangkan meskipun Danantara memiliki potensi yang jauh di atas Temasek.

Danantara unggul dari aspek permodalan dan aset, bahkan aset Danantara hampir tiga kali lipat dari Temasek, namun itu tidak menjamin kinerja Danantara akan lebih baik.

"Temasek itu benar-benar entitas bisnis yang lepas dari campur tangan politik dan tata kelolanya sangat bagus, dan tentu saja reputasinya sudah teruji."

"Membangun tata kelola dan reputasi itu tidak bisa 'Sim Salabim', tapi butuh proses panjang, banyak ujian dan tantangan yang menjadikan reputasi itu kemudian bisa diperoleh. Ibarat lari, ini lari marathon bukan lari sprint," ujarnya.

Baca juga: Danantara Tetap Bisa Diaudit oleh KPK dan BPK


Mufti melihat, jika kemudian penasehat Danantara hanyalah mengandalkan nama besar, para mantan Presiden, justru akan banyak pertimbangan politik daripada pertimbangan bisnis.

"Ide awal yang baik untuk membentuk Danantara haruslah dijaga, jangan sampai kemudian sekedar menjadi proyek mercusuar dan ajang bagi-bagi kekuasaan," terang Mufti.

Dia mengingatkan, jangan sampai Danantara nanti dikenang sebagai Badan yang membuat bangkrut BUMN dan Negara. 

Baca juga: Dewan Penasihat Danantara Diisi Mantan Presiden RI, Orang Asing Jadi Bagian Pengawas

Mufti menyampaikan bahwa pasar pasti menunggu dalam waktu dekat bagaimana tata kelola dibentuk dan digunakan di Danantara.

"Kalau nanti polanya hanya bagi-bagi kekuasaan, ya pastinya pasar akan merespon negatif, ini tentu sangat berbahaya," terangnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan