Super Holding Danantara
Ekonom Pertanyakan Independensi dan Profesionalisme Danantara
Achmad Nur Hidayat mempertanyakan independensi dan profesionalisme Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jakarta Achmad Nur Hidayat mempertanyakan independensi dan profesionalisme Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara.
"Ada berbagai pertanyaan mengenai independensi dan profesionalisme para petinggi lembaga ini, serta kekuasaan besar yang diberikan kepada Danantara tanpa mekanisme check and balances yang memadai," ujar Achmad saat dikonfirmasi wartawan, Senin (24/2/2025).
Baca juga: Rosan Roeslani dan Erick Thohir Rangkap Jabatan di Danantara, Indef: Menteri Diawasi Menteri
Achmad melihat susunan kepemimpinan Danantara menimbulkan banyak tanda tanya, terutama terkait independensi dan profesionalisme.
"Dengan pengangkatan tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang kuat dalam politik dan bisnis, ada kekhawatiran bahwa Danantara akan lebih melayani kepentingan elite tertentu daripada menjalankan mandatnya sebagai pengelola investasi nasional yang transparan dan akuntabel," tuturnya.
Menurutnya, kekhawatiran tersebut bukan tanpa dasar. Sebab, beberapa dari petinggi yang dipilih memiliki hubungan erat dengan lingkaran kekuasaan.
"Hal ini bisa mengarah pada konflik kepentingan, terutama ketika keputusan investasi harus dibuat berdasarkan analisis bisnis murni, bukan pertimbangan politis," imbuh Achmad.
Dalam konteks pengelolaan investasi negara, kata Achmad, independensi adalah faktor kunci dalam memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar demi kepentingan publik, bukan hanya untuk menguntungkan kelompok tertentu. Ditambah bahwa Danantara dibentuk sebagai lembaga yang berada langsung di bawah Presiden.
"Ini menandakan adanya kekuasaan kelembagaan yang sangat besar, namun dengan pengawasan yang minim," ucap Achmad.
Baca juga: Jadi Pimpinan Danantara, Rosan Roeslani dan Dony Oskaria Harus Mundur dari Jabatan Menteri-Wamen
Dalam aturan kelembagaan yang ada, Danantara tidak tunduk pada mekanisme akuntabilitas yang sama seperti BUMN pada umumnya. Bahkan, dalam Undang-Undang yang mengatur badan ini, disebutkan bahwa kerugian yang dialami Danantara tidak akan dianggap sebagai kerugian negara.
"Implikasi dari aturan ini cukup serius. Tanpa sistem check and balances yang memadai, ada kemungkinan besar penyalahgunaan wewenang," ucap Achmad.
Menurutnya, tanpa keterlibatan penuh dari lembaga-lembaga pengawasan seperti DPR, BPK, atau KPK, publik akan sulit mendapatkan transparansi atas bagaimana uang negara dikelola oleh badan ini.
"Untuk memahami risiko yang dihadapi Danantara, kita bisa belajar dari skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang mengguncang Malaysia," ucap Achmad.
"Tanpa adanya transparansi, akuntabilitas, dan regulasi yang ketat, Danantara bisa menjadi bom waktu yang menunggu untuk meledak," sambungnya.
Oleh karena itu, perlu ada upaya serius dari berbagai pihak, termasuk DPR, masyarakat sipil, dan lembaga pengawas, untuk memastikan bahwa lembaga ini benar-benar berfungsi sesuai tujuannya dan tidak menjadi instrumen penyalahgunaan kekuasaan di masa depan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.