Senin, 29 September 2025

Masa Panen, Petani Tembakau dan Cengkeh Kompak Tolak Pasal Pengamanan Zat Adiktif di PP Kesehatan

Petani tembakau dan cengkeh dari setiap sentra di Indonesia kompak menyatakan penolakan terhadap implementasi pasal pertembakauan di UU Kesehatan.

Istimewa
Perwakilan petani tembakau dan cengkeh dari setiap sentra di Indonesia dalam konferensi pers Hulu Ekosistem Pertembakauan Menyuarakan Penolakan terhadap Pasal-pasal Pertembakauan PP Kesehatan di Jakarta, Senin (26/8/2024). 

TRIBUNNEWS.COM – Penolakan pasal-pasal pertembakauan di Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Pelaksana UU Kesehatan No 17 Tahun 2023 terus disuarakan.

Terbaru, perwakilan petani tembakau dan cengkeh dari setiap sentra di Indonesia kompak menyatakan penolakan terhadap implementasi pasal-pasal pertembakauan di Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 tentang Pelaksana UU Kesehatan No 17 Tahun 2023.

Sebagai bagian dari hulu ekosistem pertembakauan yang turut memiliki peran strategis di dalam perekonomian Indonesia, ada 2, 5 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh yang terkena imbas dari tekanan peraturan ini.

K. Muhdi, Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) mengungkapkan, fakta di lapangan saat ini menunjukkan optimisme jutaan petani bersiap memasuki masa panen tembakau tengah meningkat.

Menurutnya, yang menjadi urgensi kebutuhan petani saat ini adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas petani tembakau, seperti pendampingan atau pelatihan pertanian.

Bantuan pupuk juga menjadi urgensi karena subsidi saat ini sudah dicabut. Selain itu, alat-alat yang mendukung mekanisasi pertanian hingga pengaturan proses tata niaga agar berpihak pada kesejahteraan petani.

"Dukungan ini yang sangat kami butuhkan agar terus dapat bertumbuh, berdaya saing dan sejahtera," ujar Muhdi, Senin (26/8) saat konferensi pers Hulu Ekosistem Pertembakauan Menyuarakan Penolakan terhadap Pasal-pasal Pertembakauan PP Kesehatan di Jakarta.

"Pemerintah harusnya dapat melindungi harapan dan mata pencaharian petani dengan regulasi yang adil dan berimbang sehingga dapat menjadi payung pelindung bagi komoditas tembakau dan eksosistemnya."

"Bukan sebaliknya, melahirkan peraturan seperti PP No 28 Tahun 2024 yang bisa mematikan ladang penghidupan kami, apalagi disebut-sebut ancaman peraturan turunan PP Kesehatan ini akan segera disahkan."

"Yang harusnya diputuskan bersama saja Kementerian Kesehatan tidak transparan apalagi untuk Peraturan Menteri Kesehatan. Petani pastikan akan mengawal aturan tersebut dan tidak segan turun ke jalan jika Peraturan Menteri Kesehatan mengancam sektor tembakau," terang Muhdi. 

Baca juga: Pakar Hukum: Aturan Produk Tembakau Seharusnya Tidak Masuk RPP UU Kesehatan

Untuk diketahui, saat ini di Indonesia ada 14 sentra pertembakauan dengan lebih dari 100 jenis tembakau.

Sekitar 70 persen dari 200 ribu ton tembakau yang diproduksi oleh petani tembakau di Indonesia diserap oleh industri hasil tembakau (IHT) dan 99,96 persen dari total luas lahan sentra tembakau nasional, merupakan perkebunan rakyat.

Dahlan Sahid, Ketua Umum Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), menyebutkan bahwa 97 persen produktivitas petani cengkeh diserap utuh oleh industri rokok kretek.

Ilustrasi petani tembakau membawa hasil panen.
Ilustrasi petani tembakau membawa hasil panen. (istimewa)

Cengkeh merupakan dwi tunggal sebagai bahan baku utama rokok kretek. Oleh karena itu, petani cengkeh sangat bergantung pada keberlangsungan IHT.

"Cengkeh merupakan salah satu sub-sistem dari ekosistem pertembakauan tanah air. Bersama dengan 2,5 juta petani tembakau, petani cengkeh berada di hulu, disusul oleh sekitar 600 ribu pekerja pabrik, pedagang dan UMKM. IHT adalah lokomotif yang menyerap komoditas bahan baku, tenaga kerja dan pedagang."

"Sebagai satu kesatuan maka satu gangguan yang terjadi di salah satu mata rantai ekosistem IHT, baik di hulu maupun dihilir maka akan dirasakan akibatnya oleh yang lainnya,” jelas Dahlan.

Lanjutnya, gangguan terhadap IHT akan berakibat turunnya produksi rokok dan berujung pada petani cengkeh karena akan mengurangi serapan industri yang tentunya akan berakibat pada turunnya harga cengkeh.

"Akhirnya, akan menurunkan penghasilan petani. Hal ini akan berefek panjang. Sepertinya tidak ada sektor industri lain yang dapat menyumbang ke kas negara seperti sektor tembakau."

"Jangan mentang-mentang akan segera selesai masa jabatannya lantas Menteri Kesehatan mengesahkan aturan turunan tanpa mempertimbangkan keberadaan kami di sektor hulu."

"Kecenderungannya Pemerintah saat ini ugal-ugalan mengesahkan aturan yang justru akan memberatkan Pemerintahan baru," sebut Dahlan Said.

Baca juga: Pelaku Industri Tembakau Alternatif Desak Pemerintah Revisi PP 28/2024, Ini Alasannya

Sementara itu, I Ketut Budhyman, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) memaparkan, PP No 28 Tahun 2024 ini memukul ekosistem pertembakauan di tengah optimisme petani.

PP Kesehatan yang baru saja disahkan akan mematikan seluruh petani tembakau dan cengkeh karena pengetatan berbagai aturan di sisi hilir.

Padahal para petani tembakau di Madura,Tulungagung, Temanggung, sedang optimistis karena hasil panennya bagus.

Namun, keberadaan peraturan ini membuat jutaan petani khawatir terhadap keberlangsungan mata pencaharian mereka.

Melihat pengalaman pada tahun 2023, petani tembakau dan petani cengkeh memiliki harapan tinggi dan berada pada situasi optimis karena berhasil menjual hasil panennya dengan kualitas dan harga baik.

"Petani berbudi daya dan panen dengan harapan semua hasilnya dengan kualitas baik akan jadi sumber penghasilan. Namun harapan tersebut malah dihancurkan."

"Cukup sudah berbagai regulasi yang menekan sektor tembakau. Aturan pemerintah ini ibarat menembak kaki sendiri. Padahal Kementerian Pertanian sudah membalas surat dari asosiasi petani tembakau dan menyampaikan bahwa PP Kesehatan tidak akan melukai kami," katanya.

"Faktanya hari ini pasal-pasal di hilir sangat membuat kami khawatir. Prihatinnya lagi Kementerian Kesehatan seperti tidak mengindahkan masukan Kementerian Pertanian yang mencoba mencari jalan tengah dengan tetap melindungi petani tembakau dan cengkeh."

"Kebijakan di hilir untuk mengendalikan konsumsi tembakau akan turut berdampak kepada pemangku kepentingan di sisi hulu: para petani. Saat ini beberapa daerah pertanian tembakau memulai proses panen. Namun di sisi hilir ancaman pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif di PP Kesehatan justru menimbulkan ketidakpastian," tegas I Ketut Budhyman. (*) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan