Pemerintah Perlu Perhatikan Kelas Jalan dan Jembatan Timbang Terkait Zero ODOL
Pemilik barang, pengusaha truk dan supir angkutan barang juga mengeluhkan fasilitas di jembatan timbang yang kurang memadai.
Dia melanjutkan, pemerintah juga harus memberikan subsidi atau diskon tol kepada angkutan logistik, khususnya pengangkut sembako di samping mengenakan denda terhadap truk ODOL.
Dia mengungkapkan bahwa sopir truk kerap lebih memilih jalan non-tol lantaran lebih murah meskipun banyak biaya retribusi terhadap kelompok atau ormas tertentu.
Padahal, jalan tol terbilang lebih aman dari oknum tersebut namun mahal di tarif.
Dia mengatakan, subsidi tersebut diberikan guna meringankan beban tarif angkutan yang berdampak pada stabilitas harga pangan di masyarakat.
"Jadi tidak ada alasan bagi para penjual (untuk menaikan harga) karena tarif transport naik-kan sudah disubsidi, jadi sudah nggak ada alasan untuk naik,” katanya.
Disamping itu, Deddy mengatakan bahwa peningkatan kelas jalan juga perlu dilakukan terhadap ruas yang kerap dilalui kendaraan logistik. Namun, sambung dia, hal itu dilakukan berdasarkan permintaan pemerintah setempat ke pemerintah di atasnya.
Dia melanjutkan, peningkatan bisa dilakukan berdasarkan kepentingan nasional. Artinya, apabila jalan tersebut kerap dilalui angkutan logistik nasional maka lebih baik ditingkatkan untuk mengikuti bobot angkutan yang melintas.
Terkait kelas jalan, Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Wimpy Santosa menilai bahwa kendaraan ODOL tidak selalu menjadi penyebab kerusakan jalan. Ketidaksesuaian spesifikasi di lapangan menjadi penyebab kerusakan jalan yang berulang kali terjadi.
Profesor Wimpy mencontohkan, salah satunya adalah penggunaan aspal hotmix yang tidak sesuai spek karena pemanasan yang terlalu tinggi sehingga akan mengubah karakteristik aspal. Artinya, aspal itu tidak sesuai lagi digunakan untuk standar pembuatan jalan sehingga menjadi lebih cepat rusak.
Selain itu, air juga menjadi musuh utama jalan sering rusak. Dia mengatakan, desain pembuatan jalan dilakukan tidak secara utuh dan tidak memiliki drainase.
Dia menjelaskan, dana pembuatan drainase di Indonesia kerap tidak turun berbarengan dengan konstruksi jalan. Kondisi itu membuat jalan tergenang air dan saat anggaran drainase tersedia dan ingin dibuat maka jalannya sudah rusak.
"Selalu berputar pada lingkaran setan seperti itu. Ini fakta-fakta di lapangan," katanya.
Semester 1 Tahun 2025 Jasa Marga Catat Laba Rp 1,9 Triliun, Perkuat Posisi Market Leader |
![]() |
---|
Dua Pemotor Terlibat Adu Banteng di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Selatan, Satu Wanita Tewas |
![]() |
---|
Polisi Diamuk saat Tegur Sopir Truk yang Tak Pakai Sabuk Pengaman: Dia Marah-marah Bilang Pusing |
![]() |
---|
308,7 Km Jalan Tol Baru Ditargetkan Beroperasi Tahun Depan, Ini Rinciannya |
![]() |
---|
Tertibkan ODOL Hingga Kawal Mudik, Program Korlantas Dinilai Tingkatkan Kepercayaan ke Polantas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.