Jumat, 3 Oktober 2025

Ekspor Pasir Laut

Pemerintah Diminta Segera Kaji Ulang Izin Ekspor Pasir Laut, DPR: Jadi Ancaman Nyata Lingkungan

Izin ekspor pasir laut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023.

SERAMBI INDONESIA DAILY/BUDI FATRIA
Ilustrasi. Kebijakan baru pemerintah terkait pemanfaatan pasir laut dapat diekspor akan berdampak pada kerugian lingkungan yang lebih besar. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta segera melakukan kajian ulang terkait pemberian izin ekspor pasir laut yang telah dilarang selama 20 tahun ke belakang.

Wakil Ketua Komisi VI DPR Martin Manurung menjelaskan, izin ekspor pasir laut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023, di mana aturan tersebut lebih banyak resiko negatifnya.

Ia menyebut, alasan pelarangan ekspor pasir laut yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Memperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 sudah sangat jelas, salah satunya tentang kerusakan lingkungan.

Baca juga: 20 Tahun Ditutup Ekspor Pasir Laut Kembali Dibuka, Sejarah Kelam Masa Lalu Bakal Terulang?

"Kita lihat para pemerhati lingkungan juga sudah bersuara untuk penolakan PP ini. Artinya ini jelas ancaman yang nyata terhadap lingkungan kita," kata Martin kepada Tribunnews, Selasa (30/5/2023).

Martin menilai, meski ekspor diperbolehkan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi sesuai dengan perundang-undangan Pasal 9 ayat Bab IV butir 2 huruf d, namun cara kontrolnya masih belum jelas seperti apa.

"Seperti kasus minyak goreng yang dulu (kasus kelangkaan minyak goreng). Diatur ada DMO (Domestic Market Obligation) tapi ternyata bobol juga," ungkapnya.

Lebih lanjut politisi NasDem itu mengatakan, khususnya di Komisi VI yang bermitra dengan Kementerian Perdagangan, meminta pemerintah mengkaji ulang dan duduk bersama dengan berbagai pihak untuk menyusun kembali PP tersebut.

"Demi keselamatan lingkungan serta yang lainnya, kami minta (Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2023) dikaji ulang," pungkasnya.

Respon Susi Pudjiastuti

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menanggapi kebijakan baru tersebut melalui akun resmi Twitternya @susipudjiastuti, Minggu (28/5/2023).

Dihentikan Susi mengatakan, kebijakan baru pemerintah terkait pemanfaatan pasir laut akan berdampak pada kerugian lingkungan yang lebih besar. Karenanya, ia berharap pemerintah membatalkan kebijakan baru tersebut.

"Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dg penambangan pasir laut," tulis Susi melalui akun Twitternya @susipudjiastuti dikutip Kompas.com, Senin (29/5/2023).

Pada Pasal 9 ayat 2 huruf d dalam Bab IV PP Nomor 26 Tahun 2023 disebutkan bahwa pemanfaatan pasir laut berupa reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

“Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan,” bunyi Pasal 9 ayat 2 huruf d Bab IV PP Nomor 26 Tahun 2023, dikutip Senin (29/5/2023).

KKP melakukan penghentian kegiatan penambangan pasir yang tidak dilengkapi dengan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) di perairan Pulau Rupat-Kepulauan Riau.

Sejarah Kelam

Sejarah kelam ekspor pasir laut sejak era Presiden Megawati Soekarno Putri hingga Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), baik eksploitasi pasir laut maupun dengan alasan semacam pemanfaatan sedimentasi hasil keruk, dilarang. Apalagi berorientasi ekspor.

Pengerukan pasir laut untuk dijual ke luar negeri kala itu jadi kontroversi. Ini karena aktivitas ini membuat kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Imbasnya, nelayan terpuruk karena hasil tangkapannya merosot.

Baca juga: Langkah Jokowi Buka Ekspor Pasir Laut Dinilai Dapat Timbulkan Abrasi Besar

Dampak yang lebih ekstrem lagi, ekspor pasir laut memicu tenggelamnya pulau-pulau kecil akibat pasirnya dikeruk dan makin diperparah dengan abrasi setelahnya.

Dilansir dari Harian Kompas, salah satu daerah yang marak eksploitasi pasir laut adalah Kepulauan Riau. Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura.

Volume ekspor pasir ke Singapura sekitar 250 juta meter kubik per tahun. Pasir dijual dengan harga 1,3 dollar Singapura per meter kubik.

Padahal seharusnya harga dapat ditingkatkan pada posisi tawar sekitar 4 dollar Singapura. Dengan selisih harga itu, Indonesia rugi sekitar 540 juta dollar Singapura atau Rp 2,7 triliun per tahun.

Pengerukan pasir secara besar-besaran untuk diekspor ke Singapura juga hampir membuat Pulau Nipa di Batam tenggelam karena abrasi.

Padahal, pulau itu menjadi salah satu tolok ukur perbatasan Indonesia dengan Singapura.

Meskipun telah dilarang sejak 2003, ekspor pasir laut ke Singapura masih terus berlangsung secara ilegal setidaknya hingga 2012.

Penyebabnya adalah harga pasir di Singapura lebih mahal dua kali lipat dari harga di dalam negeri. Dikutip dari laman Mothership, impor pasir luat dari Indonesia membuat Singapura untung berlipat.

Luas daratan Singapura sebelum merdeka dari Malaysia adalah 578 kilometer persegi. Saat ini, luasnya sudah bertambah 719 kilometer alias sudah bertambah 25 persen lebih.

Diteken Jokowi

Dengan regulasi yang baru diteken Jokowi yakni Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023, maka secara otomatis mencabut ketentuan larangan ekspor pasir laut yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahan Pasir Laut.

Jokowi juga secara tidak langsung membatalkan aturan lainnya, yakni Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 177 Tahun 2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.

Baca juga: Sinergi Bea Cukai dan Polis Diraja Malaysia Gagalkan Upaya Penyelundupan Ekspor Pasir Timah Ilegal

Dalam aturan tersebut juga dijelaskan kewajiban yang harus dipenuhi pelaku usaha untuk dapat melakukan ekspor pasir laut. Kewajiban ini meliputi kepemilikan izin pemanfaatan pasir laut serta izin berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang ekspor.

"(Perizinan berusaha) diterbitkan setelah mendapatkan rekomendasi dari menteri dan dikenakan bea keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi pasal 15 butir 4.

Selain itu, diatur juga kriteria bagi para pelaku usaha yang ingin mengajukan permohonan izin pemanfaatan pasir laut.

Kriteria ini diatur dalam pasal 15 butir 5. Sebagai informasi, pemerintah telah menghentikan ekspor pasir laut sejak 2003.

Salah satu alasan utama ditutupnya keran ekspor ialah kerusakan lingkungan akibat dari aktivitas penambangan pasir laut, sebagaimana disebutkan dalam pertimbangan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 117 Tahun 2003.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved