Sabtu, 4 Oktober 2025

Virus Corona

Pandemi Covid-19 Yang Tak Berkesudahan Membuat Kepercayaan Bisnis Terhadap China di Level Terendah

Gara-gara pandemi Covid-19 yang tidak berkesudahan membuat China kurang dipercayai dalam perdagangan luar negeri.

Editor: Hendra Gunawan
AFP/STR
Foto yang diambil pada 15 Desember 2022 ini memperlihatkan orang-orang mengantri untuk membeli alat tes antigen di apotek di tengah pandemi Covid-19 di Nanjing, di provinsi Jiangsu timur China. Gara-gara pandemi Covid-19 yang tidak berkesudahan membuat China kurang dipercayai dalam perdagangan luar negeri. 

TRIBUNNEWS.COM, LONDON -- Gara-gara pandemi Covid-19 yang tidak berkesudahan membuat China kurang dipercayai dalam perdagangan luar negeri.

Saat ini, tingkat kepercayaan luar negeri terhadap bisnis di China telah memasuki level terendah sejak 10 tahun lalu.

Indeks kepercayaan bisnis China turun menjadi 48,1 pada Desember dari 51,8 pada November 2022.

Survei World Economics yang dirilis hari Senin (19/12/2022) menunjukkan indeks tersebut merupakan yang terendah sejak survei dimulai pada 2013.

Baca juga: Taiwan Siapkan Denda ke Foxconn Atas Tuduhan Investasi Tidak Sah di China

Hasil survei World Economics adalah salah satu indikator pertama tentang bagaimana sentimen bisnis menerima pukulan berat di China, negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia saat ini.

Pemerintah China telah melonggarkan aturan pembatasan terkait Covid-19 sejak 7 Desember lalu demi menggerakkan kembali aktivitas bisnis.

Sayangnya, langkah itu justru memicu gelombang kasus Covid-19 di seluruh wilayah.

Dalam laporannya, World Economics memprediksi bahwa China berpotensi menghadapi resesi pada tahun 2023.

"Survei menunjukkan dengan kuat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi China telah melambat secara dramatis, dan mungkin menuju resesi pada tahun 2023," tulis World Economics.

PDB China diprediksi hanya akan tumbuh 3 persen tahun ini, dan menjadi kinerja terburuknya dalam hampir setengah abad.

World Economics menyebut persentase perusahaan yang mengklaim saat ini terkena dampak negatif oleh Covid telah meningkat ke level tertinggi.

Presiden China, Xi Jinping, telah menerapkan aturan anti-Covid yang sangat ketat. Bahkan disebut paling ketat di dunia.

Baca juga: Washington Gagal Rangkul Pemimpin Afrika Hadapi Rusia dan China

Langkah-langkah itu merusak ekonomi dan memicu protes rakyat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam pemerintahannya selama satu dekade.

Dalam pertemuan Jumat (16/12) lalu, para pemimpin puncak dan pembuat kebijakan berjanji akan fokus pada menstabilkan ekonomi pada tahun 2023 dan meningkatkan penyesuaian kebijakan untuk memastikan target utama tercapai.

Banyak Perusahaan Masuk Daftar Hitam AS

Selain itu, kini banyak perusahaan asal China yang dilarang masuk ke Amerika Serikat.

Terakhir, Pemerintahan Joe Biden berencana memasukkan lebih dari 30 nama perusahaan China ke dalam daftar hitam perdagangan AS.

Hal ini dilakukan untuk mencegah perusahaan terkait membeli keperluan dari AS. Kebijakan Biden ini secara khusus menargetkan perusahaan China yang diduga terlibat dalam proyek militer negara.

AS khawatir akan ada ancaman pencurian data selama kegiatan perdagangan berlangsung.
Dilansir dari Bloomberg, salah satu perusahaan yang akan masuk ke daftar hitam, atau Entity List, adalah Yangtze Memory Technologies.

Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 Picu Panic Buying, Warga China Menggila Borong Obat Hingga Buah Persik

Langkah ini diperkirakan akan memicu eskalasi terbaru dalam konflik AS-China di sektor teknologi.

Bulan Oktober lalu, pemerintahan Biden juga telah menerapkan pembatasan serupa.

Saat itu, Departemen Perdagangan AS menambahkan 31 organisasi. Yangtze Memory saat itu masih dipantau dan masuk ke dalam Unverified List karena otoritas AS masih belum sanggup membuktikan bahwa perusahaan tersebut tidak mendukung militer China.

Yangtze Memory adalah pembuat semikonduktor 3D NAND terbesar di China. Perusahaan ini memproduksi chip memori untuk smartphone dan perangkat komputasi lainnya.

China dengan tajam mengkritik langkah AS, dengan alasan bahwa pemerintah Amerika berusaha menghentikan kebangkitan industri mereka.

Minggu ini China mengajukan protes ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) agar membatalkan kontrol perdagangan yang diberlakukan AS.

Bagi China, kebijakan AS itu mengganggu perdagangan global dan rantai pasokan. Pemerintah AS saat ini memberlakukan pembatasan chip dengan alasan langkah itu diperlukan untuk menghentikan China menjadi ancaman ekonomi dan militer.

Pemerintahan Biden ingin memastikan pembuat chip negara itu tidak mengamankan kemampuan untuk membuat semikonduktor canggih yang akan memperkuat militer China. (Kontan)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved