Pemerintah Ambisius Pertumbuhan Ekonomi RI 2023 Sebesar 5,3 Persen, Bank Dunia Ramal Tak Tercapai
Pelemahan permintaan global, terutama dari sisi komoditas akan menekan kinerja ekspor Indonesia pada tahun depan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan yang ditargetkan pemerintah sebesar 5,3 persen, diperkirakan Bank Dunia tidak dapat tercapai.
Bank Dunia meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 hanya bisa menyentuh 4,8 persen.
Dalam dokumen Indonesia Economic Prospect, Kamis (15/12/2022), dikutip dari Kontan, ada beberapa hal yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertama, pelemahan permintaan global, terutama dari sisi komoditas. Ini akan menekan kinerja ekspor Indonesia.
Baca juga: Bakal Terseret Resesi Global, Fitch Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023 Jadi 4,8 Persen
Kedua, pengetatan kebijakan moneter global akan mendorong hengkangnya modal asing dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Ini akan mendorong pelemahan nilai tukar rupiah. Muaranya, ada kenaikan inflasi dari sisi impor (imported inflation).
Ketiga, kenaikan suku bunga akan menambah beban bunga utang, sehingga ini bisa menjagal progres pemulihan ekonomi karena makin sempitnya anggaran untuk progres pemulihan ekonomi.
Kenaikan suku bunga juga bisa memengaruhi kredit dalam negeri, sehingga ini akan memengaruhi progres pertumbuhan ekonomi.
Kabar baiknya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 masih bisa didorong oleh beberapa hal.
Pertama, masih berlanjutnya pemulihan ekonomi yang didorong oleh konsumsi swasta. Meski, ada potensi perlambatan karena tekanan inflasi dan pengetatan kebijakan moneter maupun fiskal.
Kedua, pemulihan di investasi swasta seiring kondisi ekonomi makro dan implementasi reformasi struktural. Seperti Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang akan menarik investasi.
Ketiga, harga komoditas yang masih tinggi sehingga tetap mendukung kinerja ekspor Indonesia. Seperti, harga minyak kelapa sawit, batubara, juga besi dan baja.
Dari sisi suplai, beberapa sektor akan mengalami perbaikan kinerja, seperti transportasi, perhotela, dan jasa. Ini karena mulai naiknya permintaan masyarakat.
Selain itu, sektor manufaktur digadang tetap perkasa, seiring dengan kenaikan kinerja investasi.
Tahun Ini Mencapai 5,2 Persen
Pada tahun ini, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada diangka 5,2 persen.
Baca juga: Ekonom UI Optimis Pertumbuhan Ekonomi 2023 Tumbuh 5 Persen
Hal tersebut dikatakan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen dalam acara Peluncuran Laporan Bank Dunia: Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Desember 2022, yang berlangsung di Jakarta, Kamis (15/12/2022).
"Indonesia diproyeksikan akan mempertahankan pemulihannya selama tiga tahun ke depan meskipun dengan risiko penurunan yang signifikan yang berasal dari lingkungan ekonomi global," ungkap Satu.
"Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 diperkirakan sebesar 5,2 persen dan rata-rata sebesar 4,8 persen dalam jangka menengah (2023-25). Namun demikian, risiko penurunan cukup besar dan dapat sangat membebani pertumbuhan Indonesia jika terwujud," sambungnya.
Satu kembali mengungkapkan, tumbuhnya ekonomi di atas 5 persen juga terlihat dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil yang telah meningkat dari 3,7 persen pada tahun 2021 menjadi 5,4 persen yoy (tahun-ke-tahun) pada tiga kuartal pertama tahun 2022.
Lonjakan harga batu bara dan minyak kelapa sawit sejak dimulainya perang Rusia-Ukraina telah menghasilkan pendapatan yang sangat besar.
Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia didukung penurunan tingkat penularan Covid-19 dan program vaksinasi yang sukses telah mendorong pencabutan pembatasan mobilitas.
Hal ini tentunya mendorong konsumsi masyarakat.
"Ini mengakibatkan pelepasan permintaan yang teredam (pent-up demand) dan menyebabkan akselerasi tajam dalam konsumsi swasta. Sektor layanan transportasi dan komunikasi, perdagangan, dan perhotelan, serta manufaktur makanan, tekstil, dan logam dasar, tumbuh paling cepat," papar Satu.
Kemudian, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dipengaruhi tingkat pengangguran turun di bawah 6 persen dan upah rata-rata naik 12 persen dalam setahun namun tetap berada dibawah tingkat sebelum pandemi.
Baca juga: Pemerintah Ingin Geser Pusat Pertumbuhan Ekonomi dari Jawa, Dorong Pemda Ciptakan Peluang Baru
Kondisi perekonomian Indonesia tetap stabil di tengah gejolak global, namun tidak terlindung dari tekanan harga.
Kemudian, terkendalinya inflasi mencapai 5,7 persen (yoy) pada bulan Oktober. Tekanan harga didorong oleh kenaikan harga komoditas internasional, kenaikan tarif energi dalam negeri, dan kenaikan harga produsen.
Meski demikian, Indonesia dinilai perlu mewaspadai akan meningkatnya inflasi yang berpotensi menyebabkan terjadinya penurunan sentimen konsumen, terlihat dalam survei konsumen Bank Indonesia.
"Harga makanan dan bahan bakar yang lebih tinggi menggerus daya beli, dengan dampak yang berbeda-beda di seluruh kelompok pendapatan," ucap Satu.
"Harga makanan naik 7,9 persen yoy pada bulan September 2022. Hal ini diperkirakan akan mengurangi konsumsi swasta sebesar 3,7 persen untuk kelompok 40 terbawah dan 2,8 persen untuk kelompok 20 teratas," pungkasnya.
Ambisius
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui target pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang ditetapkan pemerintah sebesar 5,3 persen, merupakan angka yang ambisius.
Hal ini mengingat berbagai risiko global yang dapat menganggu perekonomian.
"Tantangan kita di tahun depan, pertumbuhan ekonomi 5,3 persen itu sangat ambisisus, pada saat faktor-faktor, terutama global bisa memperlemah ekspor, investasi, dan konsumsi," ujar Sri Mulyani yang dikutip dari Kompas dalam Rapimnas Kadin 2022 di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Menurutnya, kondisi global sangat dinamis, setelah sebelumnya dihadapkan tantangan pandemi, kini bergeser ke tantangan sektor keuangan.
Situasi yang terjadi di global memiliki relevansi yang besar terhadap perekonomian Indonesia.
Permasalahan pandemi, perubahan iklim, dan geopolitik yang terjadi di global membuat disrupsi rantai pasok sehingga menimbulkan lonjakan harga pangan, pupuk, dan energi.
Baca juga: Presiden Bilang, Pertumbuhan Ekonomi di Maluku Utara Tertinggi di Dunia, Ini Penyebabnya
Terutama akibat perang antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan terjadinya krisis pangan dan energi.
Pada akhirnya, lonjakan harga pangan dan energi itu mengerek tingkat inflasi global, terutama di negara-negara maju. Maka bank-bank sentral pun merespons dengan kebijakan pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga acuan guna menekan laju inflasi.
Imbasnya, terjadi capital outflow atau keluarnya modal asing dari negara-negara emerging market, termasuk Indonesia, ke negara maju khususnya Amerika Serikat (AS).
Kondisi ini pula yang membuat dollar AS menguat atas seluruh mata uang di dunia.
"Kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas dollar, euro menyebabkan aliran modal asing keluar, dan menimbulkan dampak ke nilai tukar rupiah," kata Sri Mulyani.
Padahal Indonesia sedang mulai mengalami pemulihan ekonomi setelah terpukul pandemi Covid-19.
Oleh sebab itu, ia memastikan, pemerintah berupaya untuk terus mengawal pemulihan ekonomi di tahun depan dengan merancang APBN 2023 yang optimisme namun tetap waspada.
Ia mengungkapkan, belanja tahun depan akan difokuskan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Peningkatan kualitas itu dilakukan baik dari sisi pendidikan, kesehatan, serta kesejahteraan melalui pemberian bantuan sosial maupun subsidi.
Baca juga: Kementerian Keuangan Sebut Regsosek Jadi Instrumen Pendukung Pertumbuhan Ekonomi
Selain itu, belanja difokuskan pula untuk penyelesaian proyek-proyek infrastruktur strategis nasional guna mendukung transformasi ekonomi dan pengembangan ekonomi hijau, termasuk di dalamnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
"Ini area belanja yang menyangkut masyarakat, yakni manusianya, stabiltas sosial, peningkatan kesehatan, serta pembangunan infrastruktur agar ekonomi kita terus bergerak," ucap Sri Mulyani.