Resesi Dunia
Resesi di Amerika Serikat Tidak Bisa Dihindari, IMF Sebut Perlambatan Ekonomi akan Berlanjut di 2023
Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan para pelaku pasar global agar waspada terhadap potensi resesi di 2023.
Editor:
Muhammad Zulfikar
Setelah menaikkan tingkat suku bunga 75 basis poin pada masing-masing dari empat pertemuan sebelumnya, semua 84 ekonom yang disurvei pada 2 hingga 8 Desember memperkirakan The Fed akan sedikit lebih lembut dalam menetapkan kebijakan moneternya, dengan menaikkan suku bunga sebesar setengah poin persentase menjadi 4,25 persen hingga 4,50 persen kali ini.
"Kecuali jika inflasi surut dengan cepat, ekonomi AS tampaknya masih menuju beberapa masalah, meskipun mungkin sedikit lebih lambat dari yang diperkirakan. Kabar baiknya adalah bahwa penurunan harus diimbangi dengan tabungan ekstra," kata ekonom senior di BMO Capital Markets, Sal Guatieri.
IMF: Dunia Mengalami Resesi di 2023
Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan para pelaku pasar global agar waspada terhadap potensi resesi di 2023.
Peringatan tersebut disampaikan IMF setelah harga pangan dan energi mengalami lonjakan ke level tinggi, hingga mendorong ekonomi di sejumlah negara mengalami kenaikan inflasi serta ketidakpastian ekonomi.
Bahkan 2022 disebut sebagai tahun "polikrisis", sebuah istilah yang dipopulerkan oleh sejarawan Adam Tooze. Akibat kemunduran yang terjadi tahun ini, masyarakat dunia diharap bersiap untuk lebih banyak menghadapi kesuraman pada 2023 mendatang.
"Singkatnya, yang terburuk belum datang dan bagi banyak orang, 2023 akan terasa seperti resesi," jelas Kepala Federal Reserve AS Jerome Powell hingga Christine Lagarde dari Bank Sentral Eropa.
Baca juga: Ekonom Prediksi Jepang Bisa Masuk ke Jurang Resesi pada 2023, Didorong oleh Penurunan Ekspor
Pemicu Inflasi
Mengutip dari Reuters, lonjakan laju inflasi yang terjadi sejak pasar global dihantam aturan lockdown imbas virus Covid-19 yang melanda seluruh penjuru dunia, saat itu ekonomi global mulai melambat.
Namun negara-negara di dunia mulai menghentikan aturan lockdown atau pembatasan wilayah, harga konsumen perlahan mulai naik di sepanjang 2021.
Di 2021 ekonomi global juga tumbuh pada laju pasca-resesi tercepat dalam 80 tahun, hingga semua uang stimulus membanjiri sistem perdagangan dunia.
Kondisi tersebut diperkirakan berlanjut hingga awal 2022, bahkan tahun ini dianggap sebagai tahun kebangkitan ekonomi dunia setelah pandemi Covid-19.
Namun sayangnya prediksi tersebut meleset justru di sepanjang 2022 ekonomi dunia terus mengalami penyusutan terparah imbas perang antara Rusia dan Ukraina.
Serangan Rusia ke Ukraina pada akhir Februari tak membuat harga energi dan pangan melonjak.
Baca juga: PepsiCo PHK Ratusan Pekerja Kantoran di AS untuk Antisipasi Inflasi dan Resesi
Kondisi ini bahkan membuat sejumlah negara bergulat dengan krisis biaya hidup karena upah tidak dapat menyimbangkan lonjakan inflasi. sehingga memaksa rumah tangga membuat pilihan sulit dalam pengeluaran mereka.