Anggota Komisi XI Dorong Ekstensifikasi Cukai Ketimbang Fokus Naikkan Tarif CHT
Misbakhun mengatakan sebaiknya pemerintah melakukan ekstentifikasi atau memperluas barang kena cukai ketimbang terus-menerus menaikkan CHT
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan sebaiknya pemerintah melakukan ekstentifikasi atau memperluas barang kena cukai ketimbang terus-menerus menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang justru memukul sektor lain.
“Pemerintah perlu segera menambah alternatif barang kena cukai sebagai upaya mendorong peningkatan penerimaan negara, karena kenaikan tarif CHT telah mencapai titik optimum dalam mendorong penerimaan," ujar Misbakhun, Senin (7/11/2022).
Baca juga: Kenaikan Cukai Rokok 10 Persen Dinilai Sepihak, Legislator Bilang DPR Tak Dilibatkan
Dia mengkritisi pernyataan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu tentang isu kesehatan dan dana bagi hasil (DBH) sebagai alasan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024.
Menurut tabel indikator capaian kesehatan dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2023 yang disusun Kemenkeu bahwa persentase penduduk usia 10-18 tahun yang merokok pada 2013 masih di angka 7,2 persen.
Namun, angka itu turun menjadi 3,8 persen pada 2020.
"Data ini yang menyusun juga BKF. Di situ jelas disebutkan persentase penduduk usia 10-18 tahun yang merokok sudah turun," ucap Misbakhun.
Tabel yang sama juga menunjukkan kenaikan prevalensi diabetes melitus pada penduduk.
Pada 2013, prevalensi penduduk dengan diabetes di angka 6,9 persen, tetapi pada 2018 meningkat ke menjadi 8,5 persen.
Selain itu, persentase penduduk berusia 10-18 tahun yang mengalami obesitas juga melonjak, dari 14,8 persen pada 2013, menjadi 21,8 persen pada 2018.
Misbakhun juga memperkuat argumennya dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional KOR (Susenas) 2020 dari BPS menunjukkan prevalensi perokok pemula turun drastis.
Baca juga: YLKI Sambut Positif Kenaikan Cukai 10 Persen 2023-2024, Minta Pemerintah Larang Jual Rokok Ketengan
Prevalensi perokok anak juga mengalami penurunan dari 9,1 persen pada 2018, menjadi 3,81 persen pada tahun 2021.
"Malah pada 2021 angkanya turun lagi menjadi 3,69 persen," ucap Misbakhun.
Oleh karena itu, Misbakhun menganggap argumen BKF tentang kenaikan CHT untuk menurunkan prevalensi anak dan remaja yang merokok sudah tidak relevan.
Dia justru mencurigai agenda asing di balik kenaikan CHT.
"Itu semua sebagai argumentasi karena hanya karena para pengambil kebijakan di BKF diisi oleh agen global yang merupakan bagian yang menjalankan kepentingan Bloomberg Philanthropic yang antitembakau dengan melakukan implan kepentingan mereka pada jalur pengambil keputusan negara," ujar Misbakhun.
Misbakhun pun meminta pemerintah mengajak berbagai pihak berbicara soal CHT.
Dia beralasan isu CHT bukan hanya tentang kesehatan dan penerimaan negara, melainkan juga soal tenaga kerja, petani, pertanian, industri, dan rokok ilegal.
"Lakukan rembuk bersama dengan semua pemangku kepentingan secara berkesinambungan dalam rangka menentukan peta jalan atau roadmap kebijakan yang berkeadilan. Sebaiknya pemerintah menahan kenaikan harga rokok untuk menjaga keseimbangan pilar lain yang terlibat dalam IHT," katanya.