Lyft Berencana PHK 683 Karyawannya di Tengah Kekhawatiran Resesi dan Tingginya Inflasi
Lyft, perusahaan jaringan transportasi yang berbasis di Amerika Serikat, berencana untuk memberhentikan 13 persen stafnya
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, CALIFORNIA – Lyft, perusahaan jaringan transportasi yang berbasis di Amerika Serikat, berencana untuk memberhentikan 13 persen stafnya atau sekitar 683 karyawan di tengah ancaman resesi dan meningkatnya inflasi.
Dilansir dari CNN, Jumat (4/11/2022) CEO Lyft, Logan Green mengatakan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan berdampak pada setiap bagian perusahaan, dan menunjuk pada tantangan ekonomi makro sebagai penyebab pemangkasan.
“Kami tahu, ini merupakan keputusan sulit,” tulis Green dalam sebuah memo.
Baca juga: Pengusaha Minta Pemberian Insentif ke Industri yang Terancam Badai PHK
"Kami menghadapi kemungkinan resesi di tahun depan dan biaya asuransi rideshare naik,” imbuhnya.
Selain itu, Green juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah membekukan perekrutan karyawan baru dan memotong biaya operasional perusahaan.
“Tetap saja, Lyft harus menjadi lebih ramping, yang mengharuskan kami berpisah dengan anggota tim yang luar biasa,” tambahnya.
Langkah PHK yang dilakukan Lyft, datang ketika Uber melaporkan pertumbuhan pendapatan yang kuat, didorong oleh permintaan untuk perjalanan dan pengiriman makanan.
“Kami tidak kebal terhadap realitas inflasi dan ekonomi yang melambat,” tulis pendiri Lyft dalam memo kepada staf.
Secara terpisah, Amazon mengatakan bahwa pihaknya berencana untuk menerapkan jeda pada perekrutan karyawan perusahaan selama berbulan-bulan, dengan alasan iklim ekonomi.
Kemudian, Stripe, sebuah perusahaan pemrosesan pembayaran dan salah satu perusahaan rintisan paling berharga di dunia, mengumumkan akan memberhentikan 14 persen stafnya.