Aturan Baru Pinjol Harus Punya Modal Rp 25 Miliar, Pakar: Memperketat Seleksi Pelaku Usaha
aturan baru soal fintech lending atau pinjaman online (pinjol) wajib miliki modal awal Rp 25 miliar akan memperketat seleksi pelaku usaha.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Fintech dan Keuangan Digital, Chandra Kusuma menilai aturan baru soal fintech lending atau pinjaman online (pinjol) wajib miliki modal awal Rp 25 miliar akan memperketat seleksi pelaku usaha.
Secara tidak langsung calon penyelenggara diharapkan bisa memiliki perencanaan dan kesiapan finansial, operasional dan teknis yang jelas dan sistematis.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPPBTI) atau POJK 10/2022.
Baca juga: Depresi Terjerat Pinjol hingga Takut Diancam Debt Collector, Pria di Tanjung Priok Bunuh Diri
Poin penting aturan itu adalah ketentuan permodalan saat pendirian. Penyelenggara LPPBTI harus didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp 25 miliar.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, POJK 10/2022 ini untuk mengembangkan industri keuangan yang dapat mendorong tumbuhnya alternatif pembiayaan, mempermudah dan meningkatkan akses pendanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha melalui suatu layanan pendanaan berbasis teknologi informasi.
"Dalam rangka mengakomodasi perkembangan industri yang cepat dan lebih kontributif serta memberikan pengaturan yang optimal pada perlindungan konsumen," ujar Anto dikutip Senin (18/7/2022).
Baca juga: Tangkap 11 Tersangka Pinjol Ilegal, Dirkrimsus Polda Metro Jaya: Kami akan Berantas Sampai Kapanpun
Pakar Hukum Fintech dan Keuangan Digital, Chandra Kusuma menilai aturan tersebut, diharapkan semakin memperkuat tata kelola, manajemen risiko dan operasional serta komitmen perlindungan konsumen dan kepatuhan hukum dari pelaku usaha fintech lending.
POJK 10/2022 tersebut, lanjut dia, meminta komitmen nyata para pelaku usaha yang telah berizin maupun calon penyelenggara fintech lending yang akan mengajukan permohonan perizinan baru untuk memprioritaskan beberapa hal.
"Di antaranya perlindungan konsumen, manajemen risiko, governansi, kesehatan keuangan dan operasional serta sustainability perusahaan. Memang ketat dan tegas namun tujuannya baik. Tidak bisa main-main atau asal-asalan jika mau berbisnis di bidang usaha ini, atau nanti malah konsumen dan kredibilitas industri yang jadi korbannya," kata Chandra.
Baca juga: Polisi Tutup 58 Aplikasi Pinjol Ilegal, Bikin Rugi Korbannya Rp
Menurut Chandra, POJK ini sangat memperketat seleksi dan market entry requirement terhadap calon investor atau pelaku usaha baru yang hendak mengajukan perizinan di bisnis fintech lending dengan meningkatkan syarat minimum modal disetor sebesar Rp 25 miliar.
Jumlah ini meningkat drastis dari syarat modal disetor untuk pendaftaran sebesar Rp 1 miliar dan perizinan sebesar Rp 2,5 miliar dalam peraturan fintech lending yang lama.
"Investor atau calon penyelenggara fintech lending yang sumber keuangannya tidak jelas atau fondasi finansialnya tidak kuat dan sehat akan sulit memperoleh izin," tutur Chandra.
Sebab, lanjut dia, kualitas penyelenggara lebih penting daripada kuantitas. Dengan syarat modal yang tinggi, secara tidak langsung calon penyelenggara diharapkan bisa memiliki perencanaan dan kesiapan finansial, operasional dan teknis yang jelas dan sistematis.
Baca juga: Polda Metro Jaya Tutup 58 Aplikasi Pinjol Ilegal, Ini Daftarnya
"Serta komitmen yang tinggi untuk sustain the business in the long run," tutur Chandra.