Sabtu, 4 Oktober 2025

Malaysia Hadapi Krisis Tenaga Kerja, Industri Sawit Hingga Semikonduktor Merugi Miliaran Dolar AS

Pembekuan perekrutan pekerja asing imbas lonjakan Covid-19 telah memicu terjadinya krisis pekerja migran di bidang industri Malaysia

Mongabay
Perkebunan sawit di Sabah, Malaysia. Malaysia Hadapi Krisis Tenaga Kerja, Industri Sawit Hingga Semikonduktor Merugi Miliaran Dolar AS 

Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR – Pembekuan perekrutan pekerja asing imbas lonjakan Covid-19 pada Februari lalu, telah memicu terjadinya krisis pekerja migran di bidang industri Malaysia, khususnya pada sektor perkebunan kelapa sawit.

Dimana pada kuartal pertama di tahun 2022 industri kelapa sawit Malaysia mengalami kekurangan karyawan hingga mencapai 120.000 pekerja, adanya krisis tenaga kerja asing inilah yang kemudian membuat sektor pabrik dan perkebunan sawit merugi hingga 4 miliar dolar AS.

Melansir dari Chanel News Asia, industri kelapa sawit Malaysia menjadi salah satu pemain utama dalam rantai pasokan minyak sawit global.

Baca juga: Krisis Tenaga Kerja, Industri Sawit Malaysia Terancam Merugi

Ketenaran produk Crude Palm Oil (CPO) bahkan telah membuat Malaysia berhasil meraup keuntungan sebanyak 1,4 miliar dolar AS pada kuartal II 2021.

Meski Industri kelapa sawit menyumbang pendapatan terbesar bagi Malaysia, namun lantaran pekerjaan disektor ini dianggap sebagai pekerjaan yang sulit dan berbahaya membuat para warga lokal enggan untuk terjun dalam profesi ini.

Hal inilah membuat Malaysia terpaksa merekrut para imigran Indonesia dan Bangladesh untuk menjalankan industri minyak sawit.

Namun setelah AS menemukan pelanggaran kerja paksa pada imigran Indonesia dan Bangladesh.

Ilustrasi sawit
Ilustrasi sawit (KONTAN/DANIEL PRABOWO)

Membuat kedua negara ini terpaksa menunda kedatangan warga negaranya untuk menjadi pekerja asing, hingga negosiasi atas hak dan perlindungan pekerja yang diajukan Indonesia dan Bangladesh disetujui Malaysia.

“Para penanam kelapa sawit berada pada titik puncak, Situasinya mengerikan dan sangat mirip harus memainkan permainan sepak bola melawan 11 orang tetapi hanya diizinkan untuk memasukkan tujuh orang,” kata Carl Bek-Nielsen, direktur eksekutif penanam kelapa sawit United Plantations.

Tak hanya industri perkebunan sawit saja yang merugi, para produsen semikonduktor asal negeri jiran juga mengalami tekanan, hingga mereka menolak berbagai pesanan ekspor akibat kekurangan tenaga kerja.

Baca juga: Pulihkan Ekonomi, Pemerintah Diminta Buka Kembali Rute Penerbangan Aceh-Malaysia

Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia mencatat, saat ini industri semikonduktor di negaranya tengah mengalami kekurangan pekerja sebanyak 15.000 orang yang kemudian memicu penurunan pada Indeks Manajer Pembelian manufaktur Malaysia dari 51,6 pada April menjadi 50,1 pada Mei.

“Pembuat chip menolak pelanggan, penduduk setempat tidak tertarik bekerja di industri ini dan banyak yang bergabung akan cuti dalam waktu kurang dari setengah tahun” kata Wong Siew Hai, presiden Asosiasi Industri Semikonduktor Malaysia.

Meski saat ini berbagai sektor industri tengah mengalami pelemahan produksi, namun Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia, Saravanan Murugan menyebut bahwa kegiatan produksi di negaranya akan segera bangkit dalam waktu dekat.

Mengingat saat ini Malaysia sedang menyelesaikan masalah teknis, prosedur rekrutmen dan kesepakatan kerja dengan beberapa negara tetangga.

Baca juga: Bea Cukai Juanda Fasilitasi Ekspor Ikan Hias dari Blitar ke Malaysia

Industri Sawit Malaysia Terancam Merugi

Malaysia terancam gagal memanfaatkan momentum lonjakan harga minyak sawit dan justru dibayangi kerugian karena menghadapi krisis tenaga kerja.

Industri kelapa sawit Malaysia kini kekurangan hingga 120.000 tenaga kerja.

Kepada Reuters pada Senin (6/6), Asosiasi Pemilik Estat Malaysia (MEOA) mengatakan, kekurangan tenaga kerja ini didorong oleh pembatasan imigrasi terkait pandemi. Akibatnya, panen buah sakit pun menjadi terhambat.

Baca juga: Dua Kapal Berbendera Malaysia Diamankan PSDKP Belawan

Pada awal pandemi, setidaknya ada 437.000 tenaga kerja di perkebunan Malaysia. Sebagian besar di antaranya, sekitar 80 % , berasal dari Indonesia.

Tahun ini, harga minyak sawit melonjak ke level tertinggi karena krisis tenaga kerja, pembatasan ekspor di produsen utama Indonesia, serta perang Rusia-Ukraina. Namun, MEOA menjelaskan, para produsen di Malaysia tidak merasakan keuntungan dari fenomena tersebut.

"Yang menyedihkan adalah bahwa Malaysia kehilangan kesempatan emas yang disajikan di atas piring karena kami tidak mampu mengatasi panen semua tandan karena tenaga kerja yang terbatas saat ini," ungkap MEOA dalam pernyataannya.

September tahun lalu, Malaysia telah menyetujui perekrutan 32.000 pekerja migran untuk perkebunan kelapa sawit demi menggenjot lagi produksi. Sayangnya, tenaga kerja asing yang direkrut belum juga datang karena masalah izin.

MEOA memprediksi proyeksi produksi industri sawit Malaysia di tahun 2022 yang ada di angka 18,6 juta ton bisa saja diturunkan jika tenaga kerja tidak kunjung datang.

Baca juga: Overstay Selama 2 Tahun, WNA asal Malaysia di Jambi Dideportasi

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved