Roadmap Dinilai Bisa Jadi Solusi Kelangsungan Industri Hasil Tembakau Nasional
Peta jalan (roadmap) yang komprehensif dapat menjadi upaya dalam mengakomodasi seluruh pemangku kepentingan yang terkait industri hasil tembakau (IHT)
Namun, lanjut Edy Sutopo, memang berdasarkan putusan Mahkamah Agung No 16, roadmap tersebut dicabut. Termasuk harus mencabut Permenperin No.63, karena dinyatakan bertentangan dengan UU tentang Kesehatan dan lain sebagainya.
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto menyayangkan kebijakan yang dibuat pemerintah terkait sektor pertembakauan yang berdampak ganda (multiplier effect) terhadap kondisi IHT, sehingga, IHT semakin tertekan dan tidak menentu.
“Kondisi ini jelas berdampak kepada kesejahteraan para pekerja yang terlibat dalam sektor industri ini. Pasalnya, kenaikan cukai tersebut membuat sektor IHT mengalami penurunan produksi sehingga menyebabkan penurunan penghasilan, kesejahteraan, dan juga daya beli pekerja,” tegas Sudarto.
Harus diakui, selama ini pemerintah hanya mengandalkan sektor industri hasil tembakau nasional dan pajak hasil tembakau sebagai penerimaan negara. Sedangkan para pekerja IHT juga membutuhkan keberlangsungan bekerja dan penghidupan layak.
Merujuk data resmi FSP RTMM-SPSI, dalam 10 tahun terakhir tercatat sebanyak 60.889 pekerja yang sudah menjadi tumbal keganasan regulasi yang ketat. Jumlah tersebut lebih besar karena belum ditambah dengan jumlah buruh di luar keanggotaan FSP RTMM-SPSI.
Baca juga: Dukungan Bea Cukai dalam Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Kawasan Industri Hasil Tembakau
Oleh karena itu, Sudarto mendukung upaya Kemenko Perekonomian sebagai leader sector untuk merumuskan roadmap IHT ke depan. Roadmap tersebut diharapkan memuat perencanaan yang komprehensif dan efektif guna mengakomodasi semua kepentingan.
Pertimbangan kebijakan-kebijakan tersebut, menurut Sudarto, hendaknya memuat dasar yang akurat, terukur, terarah, dan memberikan kepastian iklim usaha yang kondusif.
“Selain itu, evaluasi terhadap efektifitas formulasi kebijakan dan struktur cukai hasil tembakau atas dasar keseimbangan diantara aspek pengendalian (kesehatan) dan ekonomi (tenaga kerja, penerimaan dan kinerja industri) perlu untuk dilakukan,” pungkas Sudarto.