Pemerintah Beri Sinyal Ada Kenaikan Harga Pertalite Hingga LPG 3 Kg, Kemenkeu Bilang Masih Dikaji
Pemerintah memberikan sinyal akan ada lagi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dan LPG 3 kg pada tahun ini.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siap-siap, ada sinyal pemerintah bakal menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite dan LPG 3 kg pada tahun ini.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, pihaknya masih terus melakukan pengkajian terkait hal ini dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi global.
Khususnya terkait dampak perang Rusia dan Ukraina yang turut meningkatkan harga komoditas di pasar internasional dan inflasi di sejumlah negara.
Baca juga: Update Harga BBM Pertalite dan Pertamax di SPBU Seluruh Indonesia Hari Ini, 20 April 2022
Kehati-hatian ini mengingat, adanya kenaikan harga komoditas terutama minyak mentah dunia yang akan mempengaruhi anggaran subsidi energi yang diberikan kepada masyarakat.
“Di sisi lain, kehati-hatian juga harus diperhitungkan karena kalau terjadi peningkatan harga komoditas maka subsidi juga akan meningkat. Tentu kami harus mencari balance yang paling pas berapa besar yang harus kita lakukan,” tutur Suahasil dalam konferensi pers APBN KITA, Rabu (20/4/2022).
Meski begitu, Suahasil belum bisa memastikan kapan proses pengkajian wacana kenaikan Pertalite dan LPG 3 kg rampung.
Baca juga: POPULER Nasional: Syarat Mudik Lebaran Naik Kereta Api | Harga Pertalite hingga Elpiji 3 Kg
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan sinyal akan ada lagi kenaikan BBM Pertalite dan gas LPG 3 kg pada tahun ini.
“Over all, yang akan terjadi itu Pertamax, Pertalite, Premium belum, gas yang 3 kg itu (ada kenaikan) bertahap. Jadi 1 April, nanti Juli, nanti September itu bertahap (naiknya) dilakukan oleh pemerintah,” kata Luhut.
Luhut bilang, sejak 2007 harga gas LPG 3 kg tidak pernah ada perubahan. maka dari itu, pemerintah memutuskan untuk menaikkannya namun tetap disubsidi.
“Iya semua akan naik enggak ada yang enggak akan naik. Jadi bertahap kami lakukan. Ada yang disubsidi yang tadi untuk rakyat kecil. Tapi seperti gas 3 kg ini dari 2007 tidak pernah naik, jadi tidak adil juga,” pungkas dia.
Pengamat: Bukan Momen yang Tepat
Rencana Pemerintah yang akan kembali melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar mendapat sorotan dari kalangan masyarakat.
Pengamat BUMN Herry Gunawan menilai, saat ini bukan momen yang tepat di tengah melonjaknya harga kebutuhan pokok menjelang Idulfitri.
Baca juga: Kuartal I 2022, Subsidi BBM dan Gas LPG 3 Kg Melonjak Dua Kali Lipat
“Momennya tidak tepat. Beban masyarakat sedang tinggi-tingginya. Pendapatan masyarakat juga tidak mengalami kenaikan. Apalagi ini masyarakat baru selesai melewati masa Covid-19,” kata pria yang akrab disapa Herry Gun dalam keterangannya, hari ini (15/4/2022).
Di sisi lain, Herry bisa memahami bahwa beban yang harus ditanggung Pemerintah untuk subsidi BBM cukup besar.
Terlebih di tengah kenaikan harga minyak dunia akibat konflik Rusia-Ukrania.
Apalagi terjadi disparitas antara harga jual dengan harga keekonomian.
“Memang harga jual Pertalite saat ini masih terlalu jauh dibandingkan harga keekonomian. Tapi ini persoalan momentum,” ujarnya.
Seperti diketahui, Pertalite dan Biosolar merupakan produk subsidi. Jadi kewenangan penentuan harga adalah pada Pemerintah, bukan Pertamina.
Dan selama ini, lanjut Herry, subsidi Pemerintah ke Pertalite dan Solar cukup besar.
Begitupun, lanjut Herry, harus juga dipikirkan kondisi psikologis masyarakat. Jadi, bukan hanya persoalan rasionalitas.
Baca juga: Sri Lanka Benar-benar Bangkrut oleh Tumpukan Utang, Harga BBM Menggila
Oleh karena jika berpikir persoalan rasionalitas tentang kenaikan harga, makanya bisa dilakukan melalui Pertamax non subsidi. Dan kenaikan tersebut sudah dilakukan.
Belum lagi, lanjut Herry, bahwa kondisi saat ini masih ditambah dengan kenaikan harga komoditas sandang dan pangan menjelang lebaran.
Akibatnya, masyarakat memang harus merogoh koceknya lebih dalam.
“Dengan demikian, Pemerintah memang seharusnya meredam rencana kenaikan Pertalite dan Solar dulu. Jika nanti habis Lebaran kondisinya sudah membaik dan lebih stabil, di situlah momentumnya,” sambung dia.
“Konstribusi pengeluaran dari konsumsi rumah tangga sekitar 58%. Kalau konsumsi rumah tangganya ditekan dengan berbagai kenaikan ini bisa berdampak terhadap daya beli masyarakat,” tutup Herry.
Masyarakat Miskin Bakal Melonjak
Pemerintah diminta tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite, LPG 3 kilo gram (kg) dan tarif dasar listrik (TDL) pada saat ini.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan harga satu jenis saja untuk energi yang diatur pemerintah seperti LPG 3 kg, risiko terhadap daya beli 40 persen kelompok pengeluaran terbawah sangat besar.
Menurutnya, inflasi diperkirakan menembus 5 persen pada tahun ini, apabila pemerintah bersikeras naikan harga Pertalite dan LPG 3 kg secara bersamaan.
"Mau tidak mau masyarakat kelas bawah akan tetap pakai lpg subsidi karena kebutuhan utama. Akhirnya berimbas kemana-mana termasuk naiknya angka kemiskinan," kata Bhima saat dihubungi, Jumat (15/4/2022).
Selain itu, Bhima menyebut pemerintah pun harus mewaspadai gejolak sosial ke depan karena bisa saja terjadi konflik horizontal antar masyarakat seiring ketimpangan semakin lebar antara the haves dan the have-nots yang memicu krisis multidimensi.
"Ongkos pemulihan ekonominya akan sangat mahal. Sri Lanka saja sudah mundur kabinetnya, dan Kolombia tahun lalu juga menteri keuangan sampai mengundurkan diri karena tidak mampu kendalikan inflasi," ujarnya.
Jika kenaikan harga energi terus terjadi, kata Bhima, masyarakat pun akan mengurangi konsumsi barang lain seperti menunda pembelian peralatan rumah tangga, barang elektronik, otomotif, pakaian jadi dan kebutuhan lain.
"Efek terburuk adalah penutupan pelaku usaha UMKM di sektor makanan minuman karena tidak kuat menanggung naiknya biaya produksi. Kalau UMKM gulung tikar, kita bisa perkirakan sendiri berapa banyak yang jadi pengangguran baru apalagi 97 persen serapan tenaga kerja ada di UMKM," tutur Bhima.
"Efek lain dari naiknya LPG 3 kg, kalau tidak hati-hati bisa sebabkan panic buying karena masyarakat antisipasi dengan membeli dalam jumlah besar sebelum kebijakan kenaikan LPG subsidi dilakukan. Di sisi lain mekanisme penjualan LPG 3 kg cenderung terbuka, risiko kelangkaan LPG 3 kg bisa jadi konsekuensinya," sambung Bhima.
Sebagian artikel ini sudah tayang di Kontan dengan judul : Wacana Kenaikan Harga Pertalite Hingga LPG 3 Kg, Kemenkeu: Masih Dikaji