Selasa, 30 September 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Konflik Ukraina Berlanjut, Harga Pangan Global Melonjak, Uni Eropa Dihantui Krisis Pangan

perang telah mengganggu produksi pangan, karena Rusia telah melarang ekspor biji-bijian, dan panen di Ukraina menjadi tidak pasti

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Sanusi
Food Navigator
Rusia dan Ukraina yang disebut sebagai lumbung pangan global, telah menyumbang sekitar 29 persen dari ekspor gandum global, 19 persen dari ekspor jagung, dan 78 persen dari eskpor minyak bunga matahari. Namun perang telah mengganggu produksi pangan, karena Rusia telah melarang ekspor biji-bijian, dan panen di Ukraina menjadi tidak pasti, yang berakibat pada melonjaknya harga pangan, 

Pekka Pesonen menambahkan, UE perlu belajar dari masa lalu dan menjadi lebih tangguh saat menghadapi krisis pangan. Dia juga menjelaskan bagaimana Eropa mengatasi kekurangan pangan di masa lalu yang terjadi di Finlandia.

Baca juga: Orang Terkaya Ukraina Bersumpah Bangun Kembali Negaranya yang Hancur karena Rusia

“Sekitar 100 tahun yang lalu, Finlandia adalah bagian dari Kekaisaran Rusia. Dan kemudian karena kesulitan politik dan perang revolusioner di Rusia, perbatasan kami ditutup. Artinya, terutama di bagian selatan negara itu, kami sebenarnya kekurangan makanan. Pengalaman itu telah memicu kemauan politik untuk memastikan negara-negara anggota UE benar-benar mengerjakan apa yang mereka sebut rencana kesiapsiagaan, di mana dalam segala jenis krisis, baik politik, militer atau bahkan alam, kita harus memastikan bahwa penduduk diberi makan dengan baik dan kita memiliki persediaan yang stabil.” tambahnya.

Harga Pupuk Melonjak, Dunia Dibayangi Krisis Pangan dan Gizi

Perang Rusia dan Ukraina tak hanya memicu krisis di antara kedua negara tersebut, namun juga menghadirkan ancaman baru bagi pasokan pangan dunia.

Hal ini terjadi lantaran adanya penangguhan atau moratorium pada komoditas pupuk ammonia, dimana pupuk tersebut merupakan senyawa utama yang digunakan para petani dunia untuk meningkatkan hasil produksi pertaniannya.

Ketegangan antara Rusia dan Ukraina telah mendorong keduanya untuk membanting kemampuan berdagang. Bahkan keseriusan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam menginvasi Ukraina membuat pihaknya menangguhkan semua kegiatan ekspor di Moscow termasuk perdagangan pupuk.

Ancaman inilah yang kemudian memicu hadirnya efek berantai hingga mengancam ketahanan pangan bagi populasi di seluruh dunia.

Baca juga: Crypto Twitter Bereaksi saat Pemerintah Rusia Meninjau Ulang RUU Soal Kripto

Organisasi penelitian Prancis CEPII, mencatat kehadiran Rusia dianggap sebagai pemeran utama dalam ekspor pupuk dunia, terbukti dalam sepanjang tahun 2020 lalu, penjualan pupuk Rusia tembus hingga 7,6 miliar dolar AS.

Namun karena Rusia menangguhkan ekspor komoditas pupuknya, membuat dunia mengalami pengetatan pasokan hingga memicu adanya lonjakan harga pupuk yang lebih tinggi.

Melansir data Green Markets Amerika Utara yang dikutip dari Businessinsider, saat ini semua biaya pupuk termasuk urea, kalium, dan diammonium fosfat terpantau melonjak sebesar 42 persen, lonjakan ini mulai terjadi ketika Rusia menginvasi Ukraina pada akhir Februari kemarin.

Bahkan sebelum adanya invasi harga pupuk telah merangkak naik sekitar 260 persen. Kenaikan tersebut yang kemudian membuat pasokan pupuk global di masa depan menjadi tegang.

Daya Beli Turun

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dalam laporannya menjelaskan bahwa dengan naiknya harga pupuk dapat mengakibatkan turunnya daya beli serta tingkat penggunaan pupuk pada produksi pertanian. Hal ini tentunya berimbas pada berkurangnya total produksi hingga membuat adanya penurunan kualitas pangan.

"Kami sudah melihat kenaikan harga, dan ini dapat menyebabkan peningkatan kelaparan dan kemiskinan dengan implikasi yang mengerikan bagi stabilitas global." kata Gilbert Houngbo, presiden Dana Internasional untuk Pembangunan Pertanian PBB.

Lebih lanjut, demi meminimalisir membengkaknya pengeluaran untuk komoditas pupuk para petani bahkan mulai menggantikan nutrisi komersial pupuk dengan menggunakan kotoran hewan. Meski diklaim dapat menjadi alternatif pengganti, namun kehadiran kotoran tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved