Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Perang Rusia-Ukraina Berlanjut, Harga Emas Dunia Diproyeksikan Melonjak, Bisa Sentuh 2.000 Dolar AS

saat pertama kali serangan Rusia ke Ukraina terjadi, harga emas dunia sempat menyentuh level 1.974 dolar

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
FORBES
saat pertama kali serangan Rusia ke Ukraina terjadi, harga emas dunia sempat menyentuh level 1.974 dolar Amerika Serikat (dolar AS) per troy ounce. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketegangan politik antara Rusia dengan Ukraina yang masih akan berlanjut hingga beberapa hari ke depan, bakal membuat harga sejumlah komoditas di dunia mengalami fluktuasi.

Selain minyak mentah, emas dunia juga diprediksi akan mengalami peningkatan.

Analis sekaligus Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, saat pertama kali serangan Rusia ke Ukraina terjadi, harga emas dunia sempat menyentuh level 1.974 dolar Amerika Serikat (dolar AS) per troy ounce.

Baca juga: Faktor Geografi Jadi Alasan Rusia Rebut Chernobyl dari Ukraina: Rute Terpendek dari Belarus ke Kyiv

“Kemarin harga emas itu sempat menyentuh ke level 1.974 dolar AS. Ini dampak dari serangan kilat yang dilakukan Rusia ke Ukraina,” ucap Ibrahim, Jumat (25/2/2022).

“Terjadinya perang ini akan mengakibatkan harga komoditas naik dan ini akan mempengaruhi inflasi. Sehingga inflasi tinggi terjadi salah satunya (disebabkan) di emas,” sambungnya.

Namun kemudian pada hari ini, harga emas dunia mengalami penurunan yang cukup dalam.

Ibrahim mengungkapkan, turunnya harga komoditas tersebut imbas adanya sanksi ekonomi yang dijatuhkan negara Barat dan Amerika Serikat terhadap Rusia karena menginvasi Ukraina

“Sanksi yang dilakukan oleh Eropa dan Amerika ini mempertajam pelemahan terhadap harga-harga komoditas, salah satunya minyak mentah dan emas,” jelasnya.

Baca juga: Analis Militer Duga Rusia akan Pakai Kekuatan Hibrida dan Proksi untuk Ganti Volodymyr Zelensky

Meskipun demikian, Ibrahim melihat bahwa kedepannya harga emas masih berpotensi mengalami lonjakan.

Peningkatan ini tidak terlepas dari lanjutan konflik Rusia-Ukraina hingga beberapa waktu ke depan.

“Kemungkinan harga emas masih akan mengalami kenaikan. Kita lihat hari Sabtu dan Minggu apakah benar-benar Ibu Kota Ukraina akan dikuasai Rusia. Kalau seandainya belum dikuasai (dan perang berlanjut), kemungkinan besar harga minyak mentah dunia dan emas kembali melambung,” papar Ibrahim.

“Karena kita tau bahwa target dari Presiden Putin untuk menguasai Ukraina itu 5 hari. Kita tunggu hari Minggu nanti (perang berlanjut atau tidak),” pungkasnya.

Sebelumnya, saat hari pertama letusan perang Rusia-Ukraina terjadi, harga emas dunia digadang-gadang mampu tembus 2.000 dolar AS per troy ounce.

Namun sampai dengan hari ini, harga emas dunia hanya berada di level Rp 1.900an dolar AS per troy ounce.

Harga Minyak Mentah Indonesia Terancam Melonjak Imbas Perang Rusia-Ukraina

Invasi militer Rusia ke Ukraina menyebabkan harga minyak mentah dunia melambung tinggi.

Harga minyak mentah Brent naik 2,24 dolar AS atau 2,3 persen menjadi 99,08 dolar AS per barel setelah menyentuh level tertinggi 105,79 dolar AS.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi menuturkan Indonesia Crude Price (ICP) atau harga minyak mentah Indonesia terancam melonjak.

Ia mencatat ICP sudah naik empat kali lipat sejak awal pandemi hingga mencapai 85,9 dolar AS per barel per Januari 2022.

Baca juga: Rusia Kembali Peringatkan AS dan NATO Tak Campuri Konflik di Ukraina

Menurutnya, harga tersebut telah melewati asumsi ICP dalam APBN 2022 yang hanya sebesar 63 dolar AS per barel.

Konflik Rusia dengan Ukraina berpotensi membuat ICP akan kembali naik.

"Kondisi ini semakin membuat tren harga minyak yang sudah meningkat akan semakin meningkat," jelas Agung kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).

Ia menjelaskan kenaikan harga minyak menjadi perhatian pemerintah.

Seorang demonstran memegang plakat bertuliskan
Seorang demonstran memegang plakat bertuliskan "Tidak untuk perang" memprotes invasi Rusia ke Ukraina di Saint Petersburg tengah pada 24 Februari 2022. - Presiden Rusia Vladimir Putin meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina pada Kamis, menewaskan puluhan orang dan memicu peringatan dari Barat pemimpin sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Serangan udara Rusia menghantam instalasi militer di seluruh negeri dan pasukan darat bergerak dari utara, selatan dan timur, memaksa banyak warga Ukraina mengungsi dari rumah mereka karena suara bom. (Photo by Sergei MIKHAILICHENKO / AFP) (AFP/SERGEI MIKHAILICHENKO)

Terlebih sebagian minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) Indonesia masih dilakukan secara impor.

"Kami terus monitor dan perlu menjadi perhatian semua pihak," jelas Agung.

Dalam catatan Kementerian ESDM selama enam bulan terakhir ICP menunjukkan tren kenaikan.

Mulai pada Agustus 2021 harga minyak sebesar 67,8 dolar AS barel dan terus meningkat tiap bulannya hingga Januari 2022.

"Jika dilihat lebih jauh, kenaikan mulai terjadi pasca ICP rendah pada April 2020 sekitar 20 dolar AS per barel," kata Agung.

"Berlanjut 72,2 dolar AS per barel September 2021, 81,8 dolar AS per barel Oktober 2021, 80,1 dolar AS per barel November 2021, 73,4 dolar AS per barel Desember 2021, dan pada Januari 2022 sebesar 85,9 dolar AS per barel," tambahnya.

Sementara Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai harga BBM mesti naik apabila tidak ingin ada dampak terhadap keuangan PT Pertamina (Persero).

"Kalau harga BBM tidak dinaikkan, Pertamina harus menjual BBM di bawah harga keekonomian, yang berpotensi menanggung beban kerugian," ujarnya.

Dia menjelaskan, beban kerugian Pertamina tersebut diganti oleh pemerintah dalam bentuk dana kompensasi.

"Kenaikan harga minyak dunia tidak begitu berdampak terhadap Pertamina, tetapi akan memperberat beban APBN," katanya.

Untuk mengurangi beban APBN, pemerintah disarankan harus memutuskan kebijakan terhadap harga BBM di antaranya yakni menaikkan harga Pertamax sesuai harga pasar.

Pemerintah juga mesti menghapus Premium yang subsidinya tinggi dan tidak menaikkan harga Pertalite dengan mengalihkan subsidi Premium.

Menurut Fahmy, kenaikan harga Pertalite akan punya dampak domino menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli rakyat.

Itu akibat jumlah konsumen BBM jenis ini terbesar dengan porsi mencapai 63 persen.

"Selain itu, pemerintah perlu membuat penyesuaian ICP (Indonesia crude price) secara proporsional yang disesuaikan dengan perkembangan harga minyak dunia," pungkasnya.

Rusia Kuasai Pasokan Gas dan Minyak ke Eropa, Amerika Serikat Bisa Apa?

Rusia saat ini menjadi salah satu negara terkuat di sektor energi dunia. Rusia menguasai seperempat pasokan minyak ke Eropa dan menguasai sepertiga pasokan gas ke Eropa.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, hal ini tentu saja memicu dilema bagi perimbangan kekuatan dari sisi negara-negara Barat. 

Dia mengatakan, Amerika Serikat dan Eropa akan mengalami kesulitan sendiri jika menjatuhkan sanksi ekspor minyak dan gas terhadap Rusia.

Baca juga: Resmi, Manchester United Putus Hubungan dengan Maskapai Rusia Aeroflot Sebagai Sponsor Klub

"Apabila Amerika Serikat dan Eropa memberikan sanksi terhadap ekspor minyak dan gas, hal ini otomatis akan membuat perekonomian mereka sendiri mengalami kesulitan," ujar dia dalam risetnya, Jumat (25/2/2022). 

Sementara, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden saat ini sedang mempertimbangkan untuk menggunakan cadangan minyak darurat, dengan berkoordinasi dengan para sekutu untuk dapat mengantisipasi kenaikkan harga minyak. 

"Kita tidak boleh melupakan betapa pentingnya kontribusi Rusia bagi OPEC+, sehingga tentu saja hal ini akan mempengaruhi harga minyak di pasar. Selain minyak dan gas, Rusia juga merupakan produsen utama aluminium dan gandum," kata Nico.

Baca juga: Serangan Senyap Peretas Rusia Hujani Ukraina di Hari Invasi

Alhasil, harga minyak mengalami kenaikkan, akibat situasi dan kondisi sekarang ini, dan akan mendorong inflasi juga bergerak mengalami kenaikkan dengan lebih cepat, sehingga akan mengancam biaya hidup bagi jutaan orang. 

Mau tidak mau, menurutnya hal ini akan membuat para bank sentral di seluruh dunia untuk menaikkan tingkat suku bunga sebagai langkah pengetatan kebijakan moneternya. 

"Namun, kenaikkan tingkat suku bunga yang dilakukan oleh bank sentral di seluruh dunia dalam jumlah besar, tentu akan menghambat pemulihan ekonomi global," pungkas Nico.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved