Komunitas Warteg: Kalau Sudah Tak Sanggup Stabilkan Harga, Sebaiknya Legowo Mundur
Saat ini, menurut Mukroni, yang bisa disiasati oleh para pedagang warteg adalah dengan memperkecil ukuran lauk tahu dan tempe yang dijual di warung.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Koordinator Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni menyayangkan harga sejumlah barang kebutuhan pokok rumah tangga seperti minyak goreng hingga kedelai yang masih tetap melambung tinggi sampai hari ini.
Mukroni menegaskan, jika kondisi ini terus berlarut, akan memberatkan masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Mukroni berharap pemerintah bisa bekerja serius menstabilkan kembali harga kebutuhan pokok tersebut.
Berdasar pantauannya, harga minyak goreng saat ini belum kunjung stabil dan masih tetap tinggi, pasokannya pun langka di pasaran. Kenaikan harga kedelai juga menambah pusing masyarakat.
"Pemerintah diharapkan untuk bisa menstabilkan harga karena ini menyangkut hajat masyarakat bawah," ujar Mukroni saat dihubungi Senin (21/2/2022).
Harga kebutuhan pokok yang naik, ucap Mukroni, juga berdampak sekali bagi para pengusaha Warteg.

Karena itu, ia meminta pejabat yang tidak memiliki kemampuan menstabilkan harga kebutuhan pokok sebaiknya mengundurkan diri.
"Kami mengharap pejabat-pejabat tidak berkompeten, tidak memiliki kemampuan stabilkan harga, kami minta legowo mengundurkan diri karena dampaknya luar biasa jika tidak bisa menstabilkan harga," tutur Mukroni.
Seperti iketahui, kenaikan bahan baku tempe dan tahu ini terjadi di sejumlah wiilayah. Harga kedelai yang semula di bawah Rp9.000 per kg menjadi Rp11.000 bahkan ada yang mencapai Rp12.000 per kg.
Baca juga: Jika Harga Kedelai Tetap Tinggi, Produsen Siap Naikkan Harga Tempe dan Tahu hingga 20 Persen
"Tentunya dengan kenaikan bahan pokok tahu tempe ini sangat memberatkan karena usaha kami mayoritas pedagang Warteg," ujarnya.
"Dalam pandemi kita banyak tutup karena daya beli masyarakat, yang sudah mengencangkan ikat pinggang tidak mampu beli lauk daging ayam, kalau tempe naik memberatkan masyarakat," imbuh Mukroni.
Baca juga: Harga Kedelai Tinggi, Perajin Tahu-Tempe di Bengkulu Pilih Kurangi Produksi
Saat ini, menurut Mukroni, yang bisa disiasati oleh para pedagang warteg adalah dengan memperkecil ukuran lauk tahu dan tempe yang dijual di warung.
"Kita menyiasatinya dengan mengecilkan ukuran bisa saja ukuran tipis, seperti kartu ATM. Itu yang kita lakukan mensiasati tahu tempe naik," ujarnya.
Terpisah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi menyarankan kepada para perajin tahu dan tempe agar mengecilkan ukuran tahu dan tempe yang mereka jual demi menyiasati mahalnya harga kedelai saat ini.
"Saya sih berharap para pedagang terutama perajin tahu dan tempe ya jangan sampai mogok lah. Kareba kita berharap juga, ini kan kalau mogok mereka tidak punya kegiatan lainnya," ujar Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasu Tedy Hafni saat dikonfirmasi, Minggu (20/2/2022).
Terkait lonjakan harga kedelai yang belum kunjung mampu diredam pemerintah ini, para perajin tahu dan tempe mulai hari ini menggelar aksi mogok produksi secara massal, Senin (21/2/2022).
Tedy lebih menganjurkan agar para perajin mengurangi ukuran tempe dan tahu daripada melakukan mogok massal.
"Mungkin saja mereka sekarang bisa memodifikasi ukuran. Kalau saya sih enggak menyarankan untuk mengurangi yah, tapi yang jelas harus tetap berproduksi dengan maksimal dengan harga yang seperti itu dengan tidak mengurangi kualitas yang ada," katanya.
Ia mengungkapkan kenaikan harga kedelai terjadi tak hanya di Kota Bekasi saja, bahkan seluruh Indonesia lantaran hanya terdapat beberapa distributor saja yang mengimpor kedelai dari Amerika Serikat.
"Saya kira kalau harga kedelai itu hampir sama di setiap daerah. Karena kan yang menentukan harga dari Chicago, Amerika. Sehingga otomatis semua terdampak karena yang pengadaan bukan hanya Bekasi saja, bukan di Jawa Barat saja, tapi secara nasional ada distributornya, sehingga harga dunia yang mempengaruhi harga nasional juga," ungkap Tedy.