Harga Minyak Goreng
Ironis, Rakyat Tercekik Harga Minyak Goreng Padahal Pemerintah Beri Izin Babat Hutan Untuk Sawit
Di era Presiden SBY yang berlangsung 10 tahun, terjadi Pelepasan Kawasan Hutan terbesar kedua yakni mencapai 2.312.603 ha.
Untuk satu perusahaan sawit skala besar, bahkan bisa mendapatakn HGU hingga ratusan ribu hektare. Jangka waktu pengusaha mengelola HGU adalah 25 tahun dan bisa diperpanjang.
Sementara itu, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi asing atau penanaman modal asing (PMA) di sektor pertanian pada periode 2015 - pertengahan 2021 masih didominasi investasi perkebunan sawit.
Investor kelapa sawit terbesar justru berasal dari Singapura. Sementara investor asal Malaysia berada di peringkat kedua.
Selain itu, banyak perusahaan kelapa sawit yang bermarkas di Singapura, juga diketahui dimiliki oleh pengusaha asal Indonesia, beberapa di antaranya masuk dalam deretan orang terkaya di Tanah Air.
Kebijakan DMO
Kendati harga rata-rata nasional berangsur turun, harga minyak goreng masih relatif tinggi, setidaknya masih di atas ketentuan harga eceran tertinggi (HET).
Pasokannya juga masih seret sehingga sebagian masyarakat kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau di ritel modern ataupun di pasar tradisional dan warung-warung sembako.
Kalau pun tersedia minyak goreng, harganya masih dibanderol pedagang seharga kisaran Rp 20.000 per liter alias jauh di atas ketetapan HET pemerintah.
Padahal, kebijakan kewajiban pemenuhan kebutuhan pasar domestik (domestic market obligation/DMO) minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan CPO olahan atau olein telah hampir tiga pekan bergulir.
Pemerintah pun akhirnya memutuskan untuk menggelontorkan duit subsidi Rp 3,6 triliun untuk penyediaan minyak goreng murah seharga Rp 14.000 per liter. (Muhammad Idris/Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hutan Dibabat demi Sawit, Tapi Minyak Goreng Justru Langka dan Mahal"