Pertumbuhan Ekonomi China Mengalami Perlambatan, Analis Beberkan Penyebabnya
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, ekonomi China semakin di belakang.
Laporan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, ekonomi China semakin di belakang.
Sebab, negeri Panda diproyeksikan akan mencatat pertumbuhan ekonomi terlemahnya dalam lebih dari satu tahun terakhir ketika merilis data perekonomiannya pada Senin mendatang.
"Hal ini karena dorongan menurunnya pasar properti semakin dalam dan Covid-19 yang mengganggu prospek pemulihan," ujar dia melalui risetnya, Jumat (14/1/2022).
Baca juga: Ekonomi Kembali Pulih Pada 2022, Ini Dampaknya pada Sektor Energi
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi China akan menurun dari kuartal III 2021 di 4,9 persen menjadi 3,6 persen, di mana secara kuartalan ini merupakan laju paling lambat sejak kuartal II 2020 silam.
Tidak hanya data mengenai pertumbuhan ekonomi, data mengenai industrial production dan penjualan ritel pun diproyeksikan melemah.
"Mengapa hal ini bisa terjadi? Kami melihat sejauh ini China tidak menjalankan beberapa program penting yang telah dicanangkan dari tahun lalu. Sebuah cetak biru atau blue print perekonomian dalam kurun waktu 10 tahun mendatang yang dimana tadinya harus dijalankan," kata Nico.
Baca juga: Erick Thohir Nilai Pengintegrasian BUMN Jadi Penyeimbang Perekonomian dalam Negeri
Salah satu dari blue print tersebut adalah dual circulation, di mana mendorong peningkatan konsumsi dari dalam negeri dan luar negeri.
"Namun, kami melihat momentum tersebut seakan hilang sejak Presiden Xi Jinping mengumumkan kemakmuran bersama yang mengubah segalanya. Momentum hilang ketika pemulihan baru berjalan, mungkin tidak bisa lagi kita dapatkan," pungkas Nico.