Argentina Disebut Bisa Kena Dampak Terparah Akibat Tapering The Fed
Di negara berkembang lainnya, kata Nico, Brasil dan Turki berada dalam kategori negara rentan akan kebijakan tapering The Fed
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - The Fed sebagai bank sentral di Amerika Serikat (AS) telah mengumumkan akan mempercepat tapering, dengan mengurangi pembelian obligasi dari 15 miliar dolar AS menjadi 30 miliar dolar AS.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, langkah The Fed akibat dari tekanan inflasi yang terus mengalami peningkatan di AS.
Selain itu, Bank Sentral Negeri Paman Sam juga memberi sinyal akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali pada tahun depan.
Baca juga: Sri Mulyani Pede Indonesia Mampu Bertahan dalam Menghadapi Tapering The Fed
Normalisasi kebijakan moneter di AS tersebut akan menimbulkan risiko penurunan arus modal masuk ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kemudian, juga akan menyebabkan depresiasi mata uang, termasuk rupiah dan naiknya imbal hasil surat berharga negara (SBN) karena kenaikan US Treasury.
"Saat ini, Argentina berada pada posisi sangat tidak aman dari sisi jumlah utang publik, inflasi, dan utang luar negeri. Oleh karenanya, kami melihat Argentina akan berada pada posisi sangat rentan," ujar dia melalui risetnya, Kamis (23/12/2021).
Di negara berkembang lainnya, kata Nico, Brasil dan Turki berada dalam kategori negara rentan akan kebijakan tapering The Fed dari sisi neraca transaksi berjalan, kebijakan inflasi, dan utang luar negeri.
"Sementara, kami melihat Indonesia masih berada pada posisi yang aman. Hal ini menggambarkan kemampuan Indonesia yang dianggap lebih memiliki kekuatan," katanya.
Baca juga: Pergerakan IHSG pada Senin (20/12/2021) Dibayangi Aksi The Fed
Meski berada di posisi yang aman, pemerintah dinilaimya perlu mewaspadai kondisi global tersebut karena situasi ke depan.
Terutama, penyesuaian kebijakan di negara maju dalam menghadapi kenaikan inflasi akan menyebabkan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Kita semua juga harus meningkatkan kewaspadaan yang berasal dari faktor non-Covid-19 yaitu penyesuaian kebijakan dan dinamika perekonomian global," pungkas Nico.