Merumahi Rakyat untuk Perkuat Daya Saing Bangsa
Perumahan yang layak dan tidak layak memiliki konsekuensi besar pada kualitas pendidikan, kesehatan, dan juga perkembangan mental para penghuninya
Saat ini di Jabodetabek, kata Umam, baru ada sekitar 10 persen masyarakat yang membeli rumah vertikal karena faktor konsepsi budaya tentang rumah yang “harus tapak”.
Jika sosialisasi keamanan, kenyamanan, dan kepastian hukum terkait kepemilikan terus dilakukan, hal itu bisa meningkatkan kepercayaan kelas menengah dan
aspiring middle class untuk beralih ke rumah vertikal di sekitar kota-kota besar.
Tranformasi dari “rumah tapak” ke “rumah vertikal” bisa dilakukan. Jika Singapura bisa mengubah jumlah penghungi rumah vertikal dari tahun 1959 sebesar 8% menjadi 80% pada 2019, maka Indonesia juga berpotensi melakukan transformasi serupa.
“Manfaatkan air space lewat pembangunan rumah vertikal untuk menjawab tantangan ketersediaan tanah di sekitar kota-kota besar. Transformasi hunian vertikal di Indonesia akan sangat prospektif ke depan. Ini yang harus diantisipasi oleh pelaku pasar dan pengembang ke depan,” kata Umam juga alumni Flinders University, South Australia tersebut.