Minggu, 5 Oktober 2025

Penggunaan APBN untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dinilai Jadi Alternatif Solusi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui penggunaan APBN untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, akibat membengkaknya biaya investasi pada proyek itu

Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Petugas meninjau kedatangan sejumlah rel sepanjang 50 meter di proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di Depo Kereta Cepat Tegalluar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/4/2021). Penggunaan APBN untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dinilai Jadi Alternatif Solusi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui penggunaan APBN untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, akibat membengkaknya biaya investasi pada proyek tersebut. 

Aliran dana negara, nantinya dengan penyertaan modal negara yang diberikan kepada pimpinan konsorsium yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI). 

Pengamat BUMN Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan, dalam situasi darurat terkait keberlangsungan proyek, maka suntikan modal dari pemerintah memang bisa menjadi alternatif solusi.

“Ini alternatif yang tidak ideal, namun karena situasi emergency maka kelihatannya PMN dalam jangka pendek ini bisa menjadi solusi alternatif,” kata Toto melalui pesan singkatnya, Rabu (13/10/2021).

Menurutnya, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung memang menggunakan skema business to business (B to B), dan saat ini progres pembangunan proyek sudah lebih dari 70 persen. 

Adapun entitas pemilik proyek ini adalah PT Kereta Cepat Indonesia - China (KCIC) yang terdiri atas konsorsium BUMN dan perusahaan asal China.

Baca juga: Arya Sinulingga Pastikan Tak Ada Potensi Korupsi Terkait Bengkaknya Biaya Pembangunan Kereta Cepat

"Lalu ada masalah dari sisi financing proyek, terutama terjadinya cost overrun project. Ini menimbulkan kesulitan karena konsorsium lokal dari BUMN agak kesulitan likuiditas akibat situasi pandemi," paparnya. 

Mengingat progres pembangunan yang sudah mencapai 70 persen, kata Toto, maka perlu dilakukan langkah penyelamatan, apalagi situasi dunia usaha masih terkena dampak pandemi Covid-19.

Lebih lanjut Toto mengatakan, hampir semua perusahaan pelat merah mengalami kinerja buruk selama pandemi, di mana profit konsolidasi BUMN tahun lalu hanya sekitar Rp 30 triliun, berbanding terbalik dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 120 triliun.

"Dalam kondisi dunia usaha yang masih terkena dampak pandemi, maka sulit mencari dana talangan yang bersifat B to B," tuturnya.

Aktivitas pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Sabtu (5/6/2021). PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) terus mengebut proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Hingga kini, progres pembangunan proyek dengan nilai investasi 6,07 miliar dollar AS itu sudah mencapai 74 persen. dan akan mulai menjalankan uji coba pada November 2022 dan beroperasi secara komersial pada 2023 mendatang. Tribunnews/Jeprima
Aktivitas pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Sabtu (5/6/2021). PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) terus mengebut proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Hingga kini, progres pembangunan proyek dengan nilai investasi 6,07 miliar dollar AS itu sudah mencapai 74 persen. dan akan mulai menjalankan uji coba pada November 2022 dan beroperasi secara komersial pada 2023 mendatang. Tribunnews/Jeprima (TRIBUNNEWS/Jeprima)

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan KCIC Mirza Soraya menjelaskan, alasan biaya pembangunan proyek kereta cepat membengkak dari semula 6,07 miliar dolar AS menjadi 8 miliar dolar AS atau sekitar Rp 114,4 triliun.

“Salah satunya pengadaan lahan. Banyak faktor di lapangan yang membuat akhirnya biaya bertambah. Seperti relokasi fasilitas umum dan sosial. Hal ini menambah luas pengadaan lahan bertambah,” kata Mirza.

Selain itu, terjadinya overrun disebabkan karena penggunaan frekuensi GSM-R untuk operasional kereta api.

“Pada anggaran awal, kita mengacu apa yang terjadi di China. Di China penggunaan frekuensi termasuk investasinya tidak perlu membayar pada siapapun. Sementara di Indonesia, kebijakannya lain. Harus ada biaya investasi yang dikeluarkan dan ini di luar anggaran awal,” paparnya. 

“Serta pekerjaan lainnya yang memang harus dilakukan untuk kebutuhan penyelesaian proyek KCJB,” sambungnya.

Baca juga: Faisal Basri: Investasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Sampai Kiamat Tidak Balik Modal

Biaya Pembangunan Membengkak

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membeberkan alasan biaya pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung membengkak.

Melalui Staf Khususnya, Arya Sinulingga mengatakan, pembengkakan ini dikarenakan berbagai hal.

Yakni dimulai adanya wabah Covid-19 membuat arus kas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam konsorsium proyek ini terganggu.

Gangguan arus kas tersebut turut berdampak kepada aliran dana untuk pembangunan proyek Kereta Cepat, yang kemudian pembangunannya menjadi terhambat.

Sebagai informasi, saat ini porsi pemerintah di perusahaan patungan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) adalah 60 persen, yakni melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).

Baca juga: Fraksi PKS Kritik Pemerintah Gunakan APBN Bangun Proyek Kereta Cepat 

PT PSBI terdiri dari empat BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Wijaya Karya, PTPN VIII, dan PT Jasa Marga.

Sedangkan untuk 40 persen porsi saham lainnya dimiliki China Railway International.

“Problemnya adalah corona datang, ini membuat menjadi agak terhambat,” ucap Arya kepada awak media, Sabtu malam (10/10/2021).

“Yang pertama, bahwa para pemegang sahamnya seperti Wijaya Karya itu terganggu cash flow-nya. Kita tahu banyak perusahaan karya juga pada terganggu (di masa pandemi ini). Kemudian kita juga tau KAI karena corona penumpangnya turun semua sehingga membuat mereka tidak bisa menyetor dananya,” sambungnya.

Arya juga melanjutkan, bengkaknya dana pembangunan Kereta Cepat juga disebabkan adanya faktor lain.

Yaitu perubahan desain proyek, hingga harga tanah yang kian naik di setiap tahunnya.

“Ketika membuat Kereta Api Cepat atau jalan tol atau sebagainya, di tengah perjalanan yang panjang pasti ada perubahan desain karena (faktor) kondisi geografis. Perubahan-perubahan desain ini membuat pembengkakan biaya,” papar Arya.

“Kemudian juga harga tanah seiring berjalannya waktu ada perubahan dan itu wajar. Itu yang membuat pembengkakan,” pungkasnya.

Baca juga: Ibas: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Perlu Audit dan Review Menyeluruh

Sebagai informasi sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah merestui penggunaan APBN untuk pendanaan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang diketahui membengkak dari rencana awal.

Bengkaknya budget proyek ini diketahui dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021.

Aturan baru tersebut diteken Jokowi pada 6 Oktober 2021 dan menggantikan Perpres 107 Tahun 2015. Salah satu yang diubah Jokowi adalah Pasal 4 soal pendanaan.

Seperti dilansir Kompas, dalam aturan lama, pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung hanya boleh bersumber dari penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan.

Lalu opsi lainnya dari pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan luar negeri atau multilateral, dan pendanaan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved