Selasa, 30 September 2025

Harga Batubara Semakin Membara, Kebutuhan Untuk Listrik Dalam Negeri Harus Didahulukan

Melonjaknya harga batubara tersebut tidak lepas dari bencana yang melanda di negeri produsen utama batubara yaitu China.

Editor: Hendra Gunawan
Humas PLN
Ilustrasi pembangkit PLN 

TRIBUNNEWS.COM -- Harga batubara dalam beberapa waktu terakhir meroket.

Harga global salah satu komoditas energi tersebut kini telah mencapai hingga 200 dolar AS per ton.

Melonjaknya harga batubara tersebut tidak lepas dari bencana yang melanda di negeri produsen utama batubara yaitu China.

Negeri tirai bambu tersebut menghentikan sejumlah penambangan akibat bencana banjir yang melanda.

Terakhir adalah penghentian sementara 60 pertambangan di Provinsi Shanxi.

Seperti dikutip oleh Bloomberg seperti dikabarkan oleh Kontan.co.id, hujan deras awal pekan lalu menyebabkan tanah longsor di banyak kota di provinsi itu, menyebabkan korban jiwa, menurut Pemerintah Shanxi, tanpa memberikan perincian lebih lanjut.

Baca juga: Kekurangan Batubara, India Dilanda Krisis Energi, Mulai Ada Pemadaman Listrik

Bencana tersebut memicu respons yang juga membuat pekerjaan di 1.035 lokasi konstruksi dihentikan dan 166 tempat wisata ditutup di wilayah tersebut, Pemerintah Shanxi menambahkan.

Penangguhan terbaru mengikuti penghentian produksi 27 tambang batubara di provinsi China Utara pada 4 Oktober lalu.

Penghentian produksi tambang batubara di Shanxi menambah tekanan baru pada China yang sudah berjuang dengan krisis energi yang telah menyebabkan penjatahan listrik untuk pabrik-pabrik dan bahkan menyebabkan pemadaman di pemukiman penduduk.

Dengan berhentinya pasokan batubara lokal, China tentu meningkatkan impor komoditas ini dari negara produsen lainnya, hal ini menjadi salah satu penyebab meningkatnya harga batubara internasional.

Baca juga: Pengamat Nilai Indonesia Harus Optimalkan PLTU Batubara

Permintaan batubara yang terus meningkat di China akibat kenaikan kebutuhan untuk pembangkit listrik yang melampaui kapasitas pasokan domestik.

Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia sementara ini naik menjadi 161,63 dolar AS per metrik pada Oktober 2021, tertinggi dalam satu dekade terakhir.

Selamatkan PLN dengan Patuhi DMO

Pengamat energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Tumiran mengungkapkan, lonjakan harga batubara terjadi akibat adanya peningkatan permintaan komoditas.

Terlebih beberapa negara, seperti China sempat susah payah menyeimbangkan pasokan listrik dengan permintaan seiring pulihnya perekonomian pasca-pandemi Covid-19.

Kondisi ini pun dinilai bisa saja terjadi juga di Indonesia. Apalagi, saat ini pasokan batu bara untuk kebutuhan pembangkit dalam negeri dinilai terpangkas.

Baca juga: Pengusaha Minta Tak Ada Diskriminasi Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara

Dengan kondisi tersebut, Tumiran mengingatkan agar para pengusaha batubara di Tanah Air tetap menaati aturan kebijakan harga domestic market obligation (DMO) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

"Pengusaha jangan hanya bicara untung, tetapi juga memastikan ketahanan pasokan batu bara Tanah Air. Harusnya ada pemahaman bersama untuk kepentingan dalam negeri," ungkap Tumiran dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id.

Dia melanjutkan, pelaku usaha sejatinya telah menerima keuntungan dari ekspor dengan meroketnya harga batubara. Untuk itu, idealnya ketahanan pasokan batubara jangan sampai terganggu.

Sebab jika krisis batubara terjadi di PLN, maka akan berimbas pada pasokan listrik nasional. Dampaknya pun akan meluas.

Tidak hanya ke PLN, tapi juga dirasakan ke para pelaku bisnis, industri hingga ke masyarakat. Defisit batubara di PLTU bakal mengganggu perekonomian nasional.

Dia menjelaskan, disparitas harga batu bara tidak selalu menguntungkan PLN, tapi juga pengusaha. Menurut Tumiran, saat harga batu bara di bawah 70 dolar AS per ton, BUMN tersebut tetap membelinya sesuai kebijakan DMO.

"Pas lagi untung bisa jual, bersyukur lah mereka. Tapi jangan lupa untuk tetap memasok ke dalam negeri," jelas Tumiran.

Tumiran menambahkan, penetapan harga khusus batubara untuk kebutuhan pembangkit listrik di dalam negeri, menjadi bukti bahwa pemerintah mementingkan keterjangkauan harga energi di Tanah Air. Dengan harga listrik yang terjangkau, geliat ekonomi akan lebih terakselerasi.

"Batubara kan konsepnya jadi tulang punggung bantu harga kelistrikan kita," kata Tumiran.

Sekedar informasi, tahun ini pemerintah menargetkan raihan DMO sebesar 137,5 juta ton. Sementara itu, berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri tercatat mencapai 63,47 juta ton sampai dengan Juni 2021.

Tumiran pun memprediksi meningkatnya harga batubara dunia diperkirakan tidak berlangsung lama.

Kata PLN

Sementara PLN membeli batubara dengan harga sebesar 70 dolar AS per ton.

Tahun 2020, penggunaan batubara PLN mencapai 62 juta ton.

Direktur Perencanaan Korporat PT PLN, Evy Haryadi mengungkapkan, saat ini PLN dibantu pemerintah terkait kebijakan penjualan batubara ke pasar domestik (DMO) demi mengantisipasi lonjakan harga batubara di pasar internasional.

"Kami mengharapkan dukungan dari industri batubara dalam negeri dalam memenuhi kebutuhan energi PLN.

Jangan sampai dengan harga yang tinggi di luar negeri, batubara yang kita punya seluruhnya diekspor ke luar negeri.

Kebutuhan dalam negeri tentu perlu didahulukan," ujar dia dalam Webinar Diseminasi RUPTL PLN 2021-2030, pakan lalu.

Evy Haryadi menegaskan, apa pun yang terjadi di luar negeri, industri batubara lokal harus berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

"Tentu ada kebijakan pemerintah baik dari sisi kepentingan PLN maupun kepentingan kelistrikan dalam negeri dan pengusaha batubara," ujar dia.

Dalam beberapa tahun ke depan, kebutuhan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik masih berkontribusi signifikan.

Dalam RUPTL PLN 2021-2030, proyeksi kebutuhan bahan bakar batubara PLN di tahun 2021 sebesar 111 juta ton.

Kemudian, kebutuhan batubara mengalami tren kenaikan mulai dari 2022 sebesar 115 juta ton hingga 2024 menjadi 131 juta ton.

Namun, di tahun 2025 proyeksi kebutuhan batubara turun menjadi 124 juta ton.

Berlanjut di tahun 2026 sampai 2030, kebutuhan batubara kembali naik yakni dari 131 juta ton di 2026 menjadi 153 juta ton pada 2030.

Haryadi memaparkan, proyeksi kebutuhan bahan bakar seiring dengan pola pertumbuhan pembangkitan yang ada.

Kebutuhan bahan bakar gas dan batubara masih tumbuh karena masih ada proyek on going yang sedang berjalan di sisi pembangkit-pembangkit termal walaupun sudah menambahkan pembangkit EBT di dalam sistem PLN. (Kontan.co.id)

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan