Jumat, 3 Oktober 2025

Pengusaha Minta Tak Ada Diskriminasi Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara

Pengusaha tambang nikel menyatakan saat ini mereka banyak dirugikan soal penghitungan kadar nikel oleh pengusaha smelter

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Kontan
Ilustrasi - Bijih Nikel 

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mineral tambang nikel yang saat ini disebut-sebut menjadi masa depan Indonesia untuk mendukung pengembangan industri kendaraan listrik, ternyata menyimpan persoalan dalam tata niaga.

Pengusaha tambang nikel menyatakan saat ini mereka banyak dirugikan soal penghitungan kadar nikel oleh pengusaha smelter.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey, mengatakan, pengusaha lokal mengalami ketidakadilan dalam pembagian uji kadar logam nikel.

Dia mengatakan, ada 11 surveyor di pertambangan nikel, 10 surveyor di sisi hulu tetapi hanya satu surveyor di sisi smelter, pabrik peleburan nikel.

Di sisi lain, pengusaha nasional dibebani berbagai kewajiban tetapi kewajiban yang sama tidak berlaku bagi pengusaha asing.

Ketidakadilan itu tampak jelas ketika para pengusaha pemegang izin usaha pertambangan nikel wajib menggunakan surveyor yang ditunjuk pemerintah, sementara pihak smelter yang merupakan investasi asing, boleh menunjuk surveyor sendiri.

Dari sinilah ketimpangan muncul. Menurut Meidy muncul banyak masalah soal perbedaan hasil uji kadar logam nikel antara yang dilakukan surveyor yang ditunjuk pemerintah dengan yang ditunjuk pembeli.

Baca juga: Jokowi Yakin 3-4 Tahun Lagi Indonesia Jadi Produsen Utama Produk Berbasis Nikel

Hasil analisis kandungan nikel oleh surveyor pembeli, seringkali jauh di bawah hasil analisis surveyor penambang.

Meidy menggambarkan, penurunannya bisa jauh, dari 1,8% bisa menjadi 1,5% bahkan 1,3%.

Akibatnya, pengusaha mengalami kerugian karena kandungan nikel sangat berpengaruh pada harga. Semakin tinggi persentase kandungan, semakin mahal harga nikel.

"Kalau kita berbicara kadar, memang terjadi karena data kita sampai bulan ini 5000 kontrak, biji nikel, dari 5 ribu, terjadi selisih yang luar biasa," ujarnya.

"Kita wajib mematuhi HPM (harga patokan mineral) dan PPN (pajak pertambahan nilai) setengah persen sebelum tongkang jalan," kata Meidy ketika dihubungi awak media, Rabu (22/9/2021).

Meidy membeberkan, setiap surveyor memiliki kadar yang berbeda. Namun setidaknya Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara harus dijalankan.

"Karena dengan aturan ini, maka jelas. Istilahnya pengusaha untung dan negara untung," kata dia.

Baca juga: Kenaikan Harga Batubara Dongkrak Profit Batulicin Nusantara Maritim

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved