Minggu, 5 Oktober 2025

Atty Somaddikarya Menganggap Bank Emok Menjadi Momok Bagi Koperasi Indonesia

Bank Emok disoroti langsung oleh Ketua sekaligus penanggungjawab Koperasi Serba Usaha (KSU) Karya Mandiri, Atty Somaddikarya.

Editor: Toni Bramantoro
TribunnewsBogor.com
Atty Somaddikarya 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Yudistira Wanne

TRIBUNNEWS.COM,BOGOR - Permodalan Nasional Madani (PNM) persero atau lebih dikenal dengan Bank Emok disoroti langsung oleh Ketua sekaligus penanggungjawab Koperasi Serba Usaha (KSU) Karya Mandiri, Atty Somaddikarya.

Atty menganggap kehadiran Bank Emok menggeser peran dan keberadaan koperasi.

Padahal, imbuh Atty, merajalelanya Bank Emok kerap melilit masyarakat dengan utang tutup utang.

Menurut Atty, nasabah Bank Emok tersebut mendapatkan prioritas bantuan produktif usaha mikro (BPUM) kementerian koperasi (Kemenkop) yang artinya disinyalir Bank Emok berdiri di bawah bendera atau naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dengan situasi itu, Atty menyayangkan keberadaan pemerintah yang kurang begitu peduli dan maksimal melindungi koperasi-koperasi yang ada di Indonesia.

"Jadi untuk apa adanya Kementrian Koperasi dan Dinas Koperasi jika keberadaannya tidak begitu peduli dan maksimal melindungi koperasi yang ada di indonesia," ujarnya.

Lebih lanjut, Atty menilai mekanisme pembayaran pada Bank Emok terkesan memberatkan dan menggeser azas gotong royong yang diartikan dan diaplikasikan menjadi sistem tanggung renteng untuk pinjaman macet (nunggak).

"Ya jadi bergesernya pola gotong royong diartikan pada tanggung renteng untuk pinjaman macet. Itu  berkiblat pada sistem ekonomi Muhammad Yunus dari Bangladesh. Jadi bukan berkiblat pada azas gotong royongnya Bung Hatta. Padahal itu sebagai suko gurunya indonesia," bebernya. 

"Sudah jelas-jelas sistem dari wapres RI, Bung Hatta melekat dengan julukan bapak koperasi indonesia, kenapa kita harus ikut arus pemikiran negara lain (Bangladesh)," tambahnya.

Atty melanjutkan bahwa kehadiran Bank Emok perlahan menggerus budaya bangsa dalam ekonomi kerakyatan.

"Tergerusnya budaya bangsa dalam ekonomi kerakyatan. Berkumpul dan berserikat semakin menjauh dari harapan karena lembaga koperasi tidak begitu diperhatikan secara maksimal," tegasnya.

"Dengan begitu pemerintah telihat cuek bebek dengan adanya praktik pinjaman di masyarakat yang dibungkus serta berkedok tanggung renteng," tuturnya menambahkan.

Sementara itu, sistem yang dijakankan Bank Emok dianggap tidak tepat lantaran tidak memiliki kroscek atau analisa terkait nasabahnya.

"Jadi tidak ada analisis siapa yang dapat, tepat atau tidak, dan dari mana sumber uang untuk membayarnya nanti," bebernya.

Mirisnya, lanjut Atty, banyaknya anggota Bank Emok yang mendapatkan bantuan BPUM Kemenkop. 

"Buah dari tidak adanya analisa adalah penerima manfaat BPUM kebanyakan bukanlah pelaku usaha mikro, tidak tepat sasaran, dan timbul tanda tanya besar, apakah bank emok itu sebuah lembaga koperasi?," cetusnya.

Atty menegaskan bahwa azas koperasi yang sebenarnya harus di pertahankan dan dilindungi sebab sesuai dengan budaya bangsa. 

"Karena pinjaman di koperasi ketika nasabah tidak mampu lagi membayar kewajiban, sifatnya menjadi hibah dan akan ditutup dari sisa hasil usaha (SHU) koperasi," jelasnya.

"Bukan dengan cara tanggung renteng yang akan menyebabkan yang menjadi miskin menanggung pinjaman kelompoknya yang tidak mampu membayar atas kewajibannya. Akhirnya terjadi dan bermunculan misbar (miskin baru) karena hilangnya sumber penghasilan  terlebih di tengah musibah Covid-19 yang menahun seperti sekarang ini," sambungnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved