Pengamat: Impor Baja Murah Ancam Industri Dalam Negeri
Kini, setelah Covid-19 di sana mulai bisa tertangani, industri baja China kembali menggeliat.
Laporan Wartawan Tribunnews, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi Covid-19 membuat industri baja China sempat mengalami penurunan produktivitas disusul dengan menurunnya impor baja China ke Indonesia sebesar 40 persen di tahun 2020.
Faktor lain yang menyebabkan menurunnya impor baja China di Indonesia adanya PSBB, kelangkaan kontainer dan peran pemerintah.
Walaupun industri dalam negeri akhirnya mendominasi di kondisi pasar lokal yang menurun 27 persen, produksi jadi lebih rendah dibanding 2019. Sehingga utilisasi tetap di kisaran 50 persen.
Kini, setelah Covid-19 di sana mulai bisa tertangani, industri baja China kembali menggeliat.
Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat adanya peningkatan angka impor pada di semester kedua, Juli 2020, dengan titik tertinggi di Desember 2020, mencapai 166 persen.
Hingga memasuki 2021 tepatnya di bulan Februari, angka kenaikan impor kian bertambah mencapai 36 persen, yang berasal dari China dan Vietnam. Kenaikan volume impor ini dipicu adanya dugaan praktik banting harga sehingga menyebabkan unfair trade.
Baca juga: Besi Baja dan Kimia Organik Dorong Pertumbuhan Ekspor RI Februari 2021
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudistira mengatakan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah dan pengusaha industri baja dalam negeri untuk menekan angka impor.
“Perlu diselidiki apakah kenaikan impor baja lapis aluminium dari China mengandung praktik dumping atau persaingan usaha yang tidak sehat" ujarnya.
Baca juga: Usung Industri Ramah Lingkungan, Tata Metal Lestari Dukung Industri Baja yang Berkelanjutan
"Jika ditemukan praktik dumping misalnya pemerintah China mensubsidi ekspor baja ke Indonesia dengan berbagai fasilitas seperti insentif produksi hingga tax rebate untuk ekspor, maka bisa dikenakan bea masuk anti dumping. Penjagaan lain dalam bentuk non tarif juga bisa dilakukan misalnya mendorong sertifikasi wajib tertentu produk impor baja.” kata Bima melalui pesan singkat, Selasa (27/4/2021).
Menurut Bima, terkait penggunaan baja impor, cara membatasi bisa dimulai dari proyek konstruksi pemerintah pusat maupun daerah. Porsi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) harus diperbesar.
“Cara ini efektif untuk mendorong produsen lokal masuk ke pengadaan barang jasa proyek pemerintah. Misalnya di sektor konstruksi perumahan bisa didorong porsi lokal baja lapis aluminium seng. Atau bisa juga di proyek BUMN” terang Bima.
Anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi, melalui pemberitaan Antara 18 Januari 2021, mengatakan banjir baja impor murah, terutama asal China dapat mengancam industri baja nasional. Sebab, menurut Achmad Baidowi, hal itu akan berdampak pada nasib ribuan karyawan yang dapat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pemerintah, masih kata Achmad Baidowi, harus bertindak memberi perlindungan bagi industri baja nasional, sekaligus menyelamatkan puluhan ribu karyawannya.
"Ini yang harus diperhatikan pemerintah, karena tenaga kerja di industri baja nasional tidak sedikit. Jangan sampai mereka mati di lumbung sendiri," ujar Achmad Baidowi.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian bersama Perdagangan harus melindungi produksi baja nasional dan juga turunannya. Sebab, Baidowi menilai, jika banjir impor baja murah asal China terus terjadi, maka akan memunculkan efek domino cukup besar.
Tidak hanya ancaman PHK masal, tambahnya, lebih dari itu, juga membuat roda perekonomian semakin terpuruk.
"Proteksi tersebut menjadi salah satu opsi yang harus dipertimbangkan pemerintah, baik dalam hal penerapan antidumping maupun safeguard. Tentu saja, dengan memperhatikan ketentuan global WTO," ujarnya.
Baidowi menambahkan sebagaimana sektor industri lain, industri baja merupakan penopang ekonomi nasional, untuk itu, pemerintah harus mengefektifkan produksi dan menekan laju PHK.
"Jangan sampai di saat sulit karena pandemi ini, ditambah PHK yang masif karena baja impor. Kalau itu terjadi, makin remuk ekonomi kita,"katanya.
Kapasitas industri BJLAS dalam negeri yang bertambah hampir 250 ribu ton di akhir tahun 2019, dinilai sudah mencukupi kebutuhan pasar tahun 2020, bahkan over-supply. Namun impor tetap berkontribusi 39 persen.
Kondisi ini dianggap belum sehatnya industri BJLAS dalam negeri sejak dominasi impor memuncak di tahun 2018, dan membawa kepada tingkat utilisasi stagnant, yaitu di kisaran 50 persen.
Investasi industri BJLAS dalam negeri telah ada saat ini dengan nilai hampir 1 miliar dollar Amerika. Setidaknya hal ini dapat menjadi konsiderasi pemerintah untuk dapat disembuhkan, dilindungi dan diberikan kesempatan untuk mampu merencanakan bisnis jangka panjang yang berpotensi kepada penambahan investasi dalam negeri serta meningkatkan neraca perdagangan Indonesia.