Virus Corona
Singapura: Butuh 2 Tahun untuk Pulihkan Industri Penerbangan Global dari Pandemi Covid-19
Survei IATA baru-baru ini terhadap para pelancong menunjukka, 83 persen penumpang memilih tidak bepergian jika harus 14 hari karantina
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Menteri Transportasi Singapura Ong Ye Kung mengatakan industri penerbangan global membutuhkan waktu setidaknya dua tahun untuk pulih dari pandemi virus corona (Covid-19).
Ia menekankan pentingnya mengembangkan vaksin yang tersedia secara luas dan efektif untuk membantu negara-negara dalam upaya membuka kembali perbatasan mereka.
"Saat vaksin tersedia secara luas di seluruh dunia dan orang-orang mendapatkan kepercayaan untuk melakukan perjalanan lagi dan mengunjungi negara lain, maka kami akan mengaktifkan kembali industri penerbangan kami, hampir sepenuhnya," kata Ong.
Kendati memiliki rencana untuk kembali membuka perbatasan dan mengaktifkan kembali industri penerbangan seperti semula, Ong tidak bisa memastikan kapan hal itu akan terjadi.
Baca juga: Thai Airways Beralih dari Maskapai Penerbangan ke Berjualan Odading, Akan Jadi Bisnis Waralaba
"Berapa lama waktu yang dibutuhkan, saya tidak bisa menebak, menurut saya minimal beberapa tahun," jelas Ong.
Ia mengakui bahwa Singapura saat ini memang harus menemukan cara untuk mencoba menghidupkan kembali sektor penerbangan.
Baca juga: Survei IATA: Lebih dari 60 Persen Wisatawan Berencana Kurangi Travelling Pasca Pandemi
Kapasitas pengujian untuk sektor penerbangan di negara itu saat ini mencapai sekitar 30.000 dalam sehari dan mungkin akan naik menjadi 40.000 pada November mendatang.
"Mungkin akan naik lagi setelah itu, keseimbangan perlu dicapai antara perjalanan dan pengendalian epidemi," tegas Ong.
Dikutip dari laman Bloomberg, Kamis (15/10/2020), saat ditanya tentang Singapore Airlines Ltd., yang mencatat rekor kerugian kuartalan dalam waktu tiga bulan hingga Juni 2020 serta mengurangi tenaga kerjanya sekitar 20 persen, Ong menyampaikan bahwa maskapai tersebut tengah menghadapi situasi yang sangat buruk.
Pembatasan perjalanan karena pandemi ini membuat Singapore Airlines, yang mengumpulkan 11 miliar dolar Singapura atau sekitar 8 miliar dolar Amerika Serikat (AS), hanya menerbangkan sebagian kecil dari kapasitas biasanya.
Angka lalu lintas penerbangan untuk Agustus pun menunjukkan penurunan jumlah penumpang maskapai mencapai 98,4 persen dari tahun sebelumnya.
Ong menilai perlu atau tidaknya Singapore Airlines dalam mengumpulkan lebih banyak dana, akan sangat bergantung pada seberapa sukses kebangkitan dalam sektor ini.
"Semakin banyak kita dapat menghidupkan kembali, semakin banyak uang yang dapat mereka hasilkan dan semakin sedikit kebutuhan mereka untuk rekapitalisasi," jelas Ong.
Pengajuan peraturan pada bulan Agustus lalu menunjukkan maskapai itu telah menggunakan setengah dari 8,8 miliar dolar Singapura yang dikumpulkan melalui penjualan saham.
Operator pun terus mengeluarkan biaya, bahkan saat pesawat dibiarkan menganggur.
Saat ini maskapai itu sedang meninjau armada dan operasinya.
Sementara itu, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) yang mewakili sekitar 290 maskapai penerbangan mengatakan lalu lintas penumpang kemungkinan akan pulih setidaknya pada 2024.
Survei IATA baru-baru ini terhadap para pelancong menunjukkan bahwa sebanyak 83 persen penumpang memilih tidak bepergian jika itu melibatkan 14 hari masa karantina.
"Untuk membuka perbatasan dan mendorong orang kembali melakukan perjalanan, karantina harus diganti dengan pengujian Covid-19 yang efektif, kami harus secara bertahap membuka perbatasan," tegas Ong.
Ong menegaskan bahwa Singapura juga perlu meninjau rencana pembangunan terminal kelima di Bandara Changi.
Pembangunan terminal yang semula rencananya akan selesai pada 2030 itu telah ditangguhkan, setidaknya selama dua tahun.
"Asumsi kami untuk Terminal 5 sudah berubah total, saya tidak punya prediksi terkait apa yang akan terjadi pada Terminal 5 dan apa yang akan terjadi pada penerbangan global," papar Ong.
Perlu diketahui, Singapura telah menjanjikan sekitar 100 miliar dolar Singapura dalam merealisasikan langkah-langkah stimulus untuk melawan dampak pandemi, termasuk memberikan subsidi gaji yang akan berlangsung hingga Maret mendatang.