Selasa, 7 Oktober 2025

Virus Corona

Skenario Berat, Pertumbuhan Ekonomi RI Terancam Minus 0,4 Persen

pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 hanya sebesar 2,97 persen atau telah menunjukkan terjadi koreksi yang cukup tajam.

Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Menteri Keuangan Sri Mulyani 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut situasi pandemi Covid-19 dan ketidakpastian yang tinggi mengharuskan pemerintah untuk mempersiapkan beberapa skenario perkembangan ekonomi ke depan.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi kuartal I 2020 hanya sebesar 2,97 persen atau telah menunjukkan terjadi koreksi yang cukup tajam.

Baca: Pesawat Pengangkut Sembako Jatuh di Danau Sentani , Pilot Sempat Teriak Mayday

Baca: WFH ASN Diperpanjang Hingga 29 Mei, Menpan RB Akan Mengatur soal Perjalanan Dinas

Baca: Dahlan Iskan Pertanyakan Alasan DPR Ngotot RI Cetak Uang Rp 600 Triliun

"Hal ini mengindikasikan tekanan lebih berat akan dialami sepanjang tahun 2020, yang artinya pertumbuhan ekonomi terancam bergerak dari skenario berat sebesar 2,3 persen menuju skenario sangat berat yaitu kontraksi minus 0,4 persen," papar Sri Mulyani dalam rapat paripurna di gedung DPR, Jakarta, Senin (12/5/2020).

Menurutnya, pemerintah telah mengambil langkah dan kebijakan penanganan pandemi Covid-19, agar tekanan terhadap perekonomian nasional dapat diminimalkan.

"Oleh karena itu, APBN 2020 dilakukan refocusing dan realokasi untuk menangani tiga prioritas utama, yaitu penanganan kesehatan, perluasan jaring pengaman sosial untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan, menjaga daya tahan dunia usaha dan mendukung pemulihan aktivitas ekonomi," tutur Sri Mulyani.

Akibat Corona, Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Hari Ini Rp 16 Ribu.
 (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sri Mulyani menyebut, upaya pemulihan dan reformasi bidang kesehatan, sosial serta ekonomi harus dimulai bersama dengan penanganan pandemi.

"Dengan demikian, kebijakan ekonomi makro dan arah kebijakan fiskal di tahun 2021 akan berfokus pada upaya-upaya pemulihan ekonomi sekaligus upaya reformasi untuk mengatasi masalah fundamental ekonomi jangka menengah-panjang menuju Visi Indonesia Maju 2045," papar Sri Mulyani.

Pada kesempatan tersebut bendahara negara juga memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2021. Ia melihat ekonomi negara akan tumbuh kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen.

Angka tercatat dalam dokumen kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEMPPKF) tahun 2021.

"KEMPPKF disusun di tengah pandemi yang penuh ketidakpastian akibat Covid-19, sampai saat ini belum bisa dipastikan kapan dan bagaimana bisa diatasi," kata Sri Mulyani.

Usulan asumsi dasar pemerintah dalam dokumen KEMPPKF sebagai berikut :

1. Pertumbuhan ekonomi antara 4,5-5,5 persen.
2. Inflasi sebesar 2,0 persen sampai 4,0 persen.
3. Tingkat suku bunga SPB 3 bulan 6,67 persen sampai 9,56 persen.
4. Nilai tukar rupiah berada di angka Rp 14.900 per dolar AS sampai Rp 15.300 per dolar AS.
5. Harga minyak atau ICP dikisaran 40 dolar AS sampai 50 dolar As per barel.
6. Lifting minyak berada di antara 677-737 ribu barel per hari.
7. Lifting gas sebesar 1.085 ribu sampai 1.173 ribu setara minyak.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memproyeksi penjualan eceran pada April 2020 diperkirakan semakin terkontraksi.

Hal ini tercermin dari prakiraan pertumbuhan IPR April 2020 sebesar minus 11,8 persen yoy, disebabkan penurunan yang terjadi pada seluruh kelompok komoditas yang disurvei.

Penurunan terdalam terjadi pada kelompok barang lainnya, khususnya subkelompok sandang, yang diprakirakan turun 67,3 persen yoy, lebih dalam dari minus 60,5 persen yoy pada Maret 2020.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved