Virus Corona
Pemimpin Bisnis Disarankan Lakukan Ini Agar Bertahan dan Jadi Pemenang Usai Pandemi Corona
Pemimpin perusahaan di Indonesia harus memperhatikan seluruh aspek ketika menyusun strategi untuk bertahan dan menang di era krisis
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Agar bisa bertahan, bahkan keluar pemenang dalam menghadapi pandemi virus corona, pemimpin bisnis harus harus tetap bersikap tenang, bijak dan tidak gegabah dalam menghadapinya.
Pimpinan bisnis jangan mengorbankan kebutuhan jangka panjang hanya karena kepentingan sesaat.
"Pemimpin perusahaan di Indonesia harus memperhatikan seluruh aspek ketika menyusun strategi untuk bertahan dan menang di era krisis,” kata CEO Daya Qarsa Consultant, Apung Sumengkar dalam keterangannya, Senin (13/4/2020).
Ia menyatakan, agar dapat bertahan dan bahkan keluar sebagai pemenang setelah krisis ini berlalu, maka perusahaan disarankan untuk melakukan tiga hal.
Pertama, melakukan strategic team alignment.
Kedua, mulai mengembangkan business continuity planning demi mengamankan ‘revenue’ saat ini atau mencari peluang bisnis baru.
Ketiga, pelaku bisnis sebaiknya membentuk tim khusus untuk mengeksekusi semua hal yang direncanakan secara cepat dan tepat.
“Lazimnya, tim khusus ini disebut dengan Crisis Management Office,” katanya.
Baca: Ekses Pandemi Corona, Kementerian Pertanian Harus Diperkuat Cegah Krisis Pangan
Baca: Presiden Minta Data Penyebaran Corona dari Daerah Transparan
Pembentukan crisis management office ini, kata dia sangat krusial karena di era krisis perusahaan perlu mengeksekusi dengan sangat cepat.
"Dengan berbagai langkah terukur dan bijak, disertai dengan mitra yang tepat, pebisnis diharapkan dapat melalui krisis ini dengan selamat dan bahkan menjadi pemenang,” tandas Apung.
Tiga Skenario
Apung lantas memberikan analisisnya agar sektor bisnis memiliki panduan dalam melangkah di masa-masa yang penuh tantangan ini.
Berdasarkan analisis di Daya Qarsa, secara garis besar terdapat tiga skenario yang mungkin terjadi di Indonesia akibat merebaknya pandemi Covid-19.
"Ketiga skenario ini diulas dari perspektif epidemiologi, ekonomi serta bisnis,” jelas Apung yang perusahaannya merupakan strategic business unit dari Daya Lima, firma konsultan dengan 20 tahun pengalaman membantu klien di Indonesia hingga Asia Tenggara.
Mantan konsultan di McKinsey & Co dan Deloitte Consulting memaparkan tiga skenario yang bisa terjadi di Indonesia.
Baca: Pasutri Positif Corona Lampung Wafat di Hari yang Sama, Sempat Dikira Transmisi Lokal, Ini Faktanya
Baca: Sebuah Kelurahan di Solo Beri Denda pada Petugas yang Tak Pakai Masker, Ini Besarannya!
Pertama, skenario New Normal dengan beberapa indikator sebagai berikut :
a. Epidemi : Pemerintah berhasil mengendalikan virus dalam waktu 2 - 3 bulan, dengan puncaknya di akhir April dan jumlah kasus menurun secara signifikan pada Juni 2020.
Physical distancing tetap dilaksanakan namun dengan kebijakan terbatas.
Jumlah kasus infeksi Covid-19 diestimasi mencapai 5.000 - 50.000 kasus di Indonesia
b. Ekonomi : Kebijakan dari pemerintah dapat mencegah kerusakan struktural pada ekonomi, ekonomi Indonesia berhasil rebound ke level dan momentum sebelum krisis dengan level pertumbuhan PDB menurun sedikit ke level sekitar 3 – 4 %.
c. Bisnis : Ada sedikit gangguan dalam rantai pasokan, tetapi sebagian besar bisnis masih berjalan dengan cara kerja baru (new normal). PHK dan kebangkrutan hanya di sektor yang sangat terpengaruh.
Baca: Polri: Jangan Mudik, Nanti Membawa Bencana ke Kampung Halaman
Baca: 9 Pantai di Jogja yang Bisa Dikunjungi Setelah Pandemi Virus Corona Berakhir
Kedua, skenario Disorder dengan indikator sebagai berikut :
a. Epidemiologi : Virus baru berhasil dikendalikan oleh pemerintah dalam waktu 4 - 6 bulan, tetapi physical distancing harus berlanjut selama beberapa bulan setelahnya untuk mencegah kambuhnya virus.
Jumlah kasus infeksi Covid-19 mencapai atau melewati 50.000 kasus di Indonesia.
b. Ekonomi : Kemerosotan konsumsi karena kebijakan karantina. Kebijakan pemerintah melalui beberapa paket stimulus ekonomi membuat krisis perbankan dapat dihindari, tetapi dikhawatirkan banyak bisnis yang sudah atau hampir bangkrut dan terpaksa mem-PHK karyawannya. Pertumbuhan PDB dikhawatirkan menurun ke sekitar 0 – 3 %
c. Bisnis : Rantai pasokan perusahaan semakin terganggu, cash buffer days sebagian perusahaan diestimasi pada posisi 50% (penghalusan) dari jumlah sebelum krisis.
Ketiga, skenario Survival :
a. Epidemiologi : Pemerintah gagal mengendalikan penyebaran virus untuk jangka waktu yang lama (6 bulan keatas) menyebabkan eskalasi pandemi hingga akhir tahun atau lebih, kemungkinan sampai vaksin tersedia dan dalam jumlah yang cukup. Jumlah kasus infeksi Covid-19 diprediksi mencapai lebih dari 100.000 kasus.
b. Ekonomi : Kebijakan moneter dan fiskal dikhawatirkan tidak dapat mempengaruhi dampak penuh dari kebangkrutan yang meluas dan tingkat pengangguran yang masif.
Terdapat potensi krisis di industri keuangan dan perbankan.
Selain itu pertumbuhan PDB bisa sampai minus, sesuai prediksi Kementerian Keuangan RI yang menyebut pada scenario terberat perekonomian RI dapat menyentuh titik minus 0,4%.
c. Bisnis : Terhentinya kegiatan produksi industri karena tidak didapatkan bahan baku alternatif, harga komoditas, pembangunan infrastruktur, dan cash buffer days perusahaan sudah terpengaruh secara ekstrim
Lebih lanjut, Apung yang juga mantan eksekutif di berbagai perusahaan multinasional seperti Unilever dan Toyota Motor Manufacturing Indonesia juga memaparkan 3 faktor penting yang akan menentukan hasil akhir ketiga scenario tersebut.
Pertama, faktor kebijakan pemerintah untuk mengatasi dampak dari virus Covid 19 seperti halnya pemberlakuan PSBB dan program jaringan pengaman sosial untuk masyarakat kecil yang terdampak.
Kedua, kepatuhan masyarakat dalam mengikuti kebijakan pemerintah.
Baca: Ramalan Zodiak Besok Selasa 14 April 2020, Leo Beruntung, Bisnis Gemini Bermasalah
Baca: Imun yang Baik Bisa Bantu Cegah Covid-19, Minuman Herbal Alami Ini Bisa Tingkatkan Kekebalan Tubuh
Terakhir kemunculan teknologi penunjang untuk mendeteksi dan akhirnya menyembuhkan penderita virus Covid 19.
Ketiga hal tersebut menurut Apung akan menjadi faktor utama yang menentukan pengendalian tingkat infeksi Covid-19.
“Jika sudah bisa dikendalikan maka pemerintah bisa mengakhiri kebijakan WFH (working from home) yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi roda perekonomian dan bisnis negara kita,” urainya.
Kemunculan virus Covid-19 di akhir 2019 bak bola salju, bergulir dengan cepat menjadi sebuah pandemi.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam situsnya www.WHO.int, per-12 April 2020, jumlah infeksi Covid-19 yang terkonfirmasi telah mencakup hingga 213 negara atau wilayah, dengan jumlah infeksi mencapai 1.699.595 kasus dan kematian mencapai 106.138 korban jiwa. Tak pelak kondisi ini menjadi sebuah tragedi kemanusiaan.
Wabah Covid-19 telah membawa konsekuensi tak terduga, perekonomian global guncang akibatnya.
Pada Jumat 27 Maret 2020, Direktur Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menyebut dunia telah memasuki resesi akibat pandemic Covid-19. Indonesia pun tak kebal dari guncangan tersebut.
Pada Rabu 1 April 2020, melalui konferensi video dengan media, Menteri Keuangan Indonesia sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KKSK), Sri Mulyani Indrawati menyebut, perekonomian Indonesia tahun ini diprediksi turun jadi 2,3% dan dalam scenario terberat, bisa menyentuh titik minus 0,4%.
Menanggapi kondisi luar biasa tersebut Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Sehari sebelum pengumuman Sri Mulyani, Presiden Indonesia Joko Widodo pada 31 Maret 2020 mengumumkan tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 405,1 triliun.
Rinciannya, Rp 75 triliun untuk dana kesehatan, Rp 110 triliun untuk jaring pengaman social, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, serta Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.