Kata Menkeu soal RI Dikeluarkan dari Daftar Negara Berkembang
belum ada pencabutan fasilitas pengurangan bea masuk atau Generalized System of Preferences
Menurutnya, kebijakan baru Trump ini akan menampar keras pasar ekspor Indonesia.
"Ini berbahaya karena kebijakan Trump dilakukan saat pasar ekspor Indonesia tengah menurun tajam," tegas Bhima.
Menurutnya, implikasi besarnya adalah dikeluarkannya Indonesia sebagai negara penerima fasilitas (Generalized System of Preferences (GSP).
Perlu diketahui, GSP selama ini banyak dinikmati pelaku usaha karena fasilitas bea masuk yang rendah untuk ekspor tujuan AS.
Dengan dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang, otomatis juga kehilangan fasilitas GSP.
Dampaknya, kata Bhima, ini tentu saja mengancam ribuan jenis produk asal Indonesia yang akan kehilangan daya saing.
"GSP ini diberikan kepada negara berkembang dan miskin, kalau Indonesia tidak masuk GSP lagi kita akan kehilangan daya saing pada ribuan jenis produk," jelas Bhima.
Sebelumnya, AS menerapkan kebijakan barunya yang diberlakukan sejak 10 Februari lalu bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang dikeluarkan dari daftar Developing and Least-Developed Countries.
Kebijakan ini berdampak pada tidak lagi berlakunya Special Differential Treatment (SDT) yang tersedia dalam World Trade Organization (WTO) Agreements on Subsidies.
Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa kebijakan baru AS memang akan berdampak pada pengurangan fasilitas yang biasanya diterima Indonesia saat masih menjadi negara berkembang.
Namun ia memastikan bahwa pemerintah tidak gentar dan akan menghadapi kebijakan ini.
"Dampaknya tentu fasilitas, Indonesia yang sebelumnya menjadi negara berkembang, akan dikurangi (fasilitasnya), ya kita tidak khawatir itu," kata Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (21/2/2020).