Banyak Pengusaha Jepang Tak Puas dengan Produktivitas Pekerja RI
nilai produktivitas di Indonesia adalah 74,4 atau di berada di urutan ketiga terendah di kawasan Asia Tenggara.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan yang terkait dengan pemerintahan Jepang, Japan External Trade Organization (JETRO) kembali mengeluarkan laporan tahunan hasil survei terhadap perusahaan-perusahaan Jepang di 20 negara atau wilayah, termasuk Indonesia.
Berdasarkan survei yang dilakukan ke 5.700 responden ini, ditemukan bahwa sebanyak 55,8 perusahaan Jepang menilai produktivitas tenaga kerja di Indonesia tidak layak dengan upah minimum regional (UMR).
Sementara itu, perusahaan yang merasa gaji tenaga kerja Indonesia sesuai dengan produktivitasnya adalah sebesar 23,7 persen, dan sisanya tidak menjawab.
"Lebih dari 50 persen merasa upah dan produktivitas tenaga kerja Indonesia tidak layak dan sesuai. Ini nilai tertinggi dibanding negara lain," kata Direktur Senior Jetro Jakarta Wataru Ueno saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Dia melanjutkan, nilai produktivitas di Indonesia adalah 74,4 atau di berada di urutan ketiga terendah di kawasan Asia Tenggara.
Sementara itu, nilai produktivitas di Filipina 86,3, Singapura 82,7, Thailand 80,1 dan Vietnam 80.
"Presentase negara yang menjawab (UMR) layak dan sesuai adalah Filipina (74,2 persen), Laos (66,7 persen) dan Myanmar (60,9 persen). Negara ini memiliki bisnis berkembang di industri pengolahan untuk tujuan ekspor yang memanfaatkan biaya tenaga kerja relatif rendah," paparnya.
Sementara itu, Presiden Direktur Jetro Jakarta Keishi Suzuki menyebutkan risiko dalam iklim investasi di Indonesianyang tertinggi adalah lonjakan biaya tenaga kerja setiap tahunnya.
Disusul oleh sistem perpajakan yang dinilai rumit, manajemen kebijakan pemerintah daerah yang tak pasti dan infrastuktur yang belum berkembang.
"Jepang merupakan negara penyumbang FDI terbesar ketiga dengan nilai investasi mencapai 4,3 miliar dolar AS. Salah satu yang perlu diperhatikan dalam peningkatan FDI yakni lonjakan biaya tenaga kerja, sistem perpajakan dan lainnya," kata dia.