Menristek Bambang: Tax Deduction 300 Persen R&D di Indonesia untuk Rangsang Investasi dan Riset
Tax Deduction 300 persen untuk bidang riset dan pengembangan (R&D) dalam waktu dekat akan diputuskan.
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tax Deduction 300 persen untuk bidang riset dan pengembangan (R&D) dalam waktu dekat akan diputuskan sehingga diharapkan akan banyak investasi masuk dan semakin memicu orang untuk melakukan R&D di Indonesia.
"Dengan adanya Tax Deduction 300 persen di bidang R&D nantinya akan banyak sekali yang investasi di Indonesia dan semakin merangsang kegiatan riset dan pengembangan berbagai pihak di Indonesia," kata Bambang Brodjonegoro, Menteri Riset, Teknologi, dan Badan Riset Inovasi Nasional Kabinet Indonesia Maju, 2019 - 2024, Jumat (6/12/2019) di hadapan para pelajar dan masyarakat Indonesia di Tokyo Jepang.
Pertemuan yang diinisiasi oleh Atase Pendidikan-Kebudayaan, Alinda FM Zain itu, dihadiri sekitar 100 pelajar dan masyarakat Indonesia yang diakhiri dengan makan malam bersama ala Indonesia.
"Pengusaha itu kalau bertemu ujung-ujungnya ya bicara soal pajak. Kita perlu menggerakkan dan memperkuat R&D di dalam negeri agar makin baik dan makin cepat terekspose ke dunia internasional. Saat ini Indonesia lagi buat skema tax deduction dan berharap waktu dekat ini sudah bisa dikeluarkan sehingga sejak awal tahun depan berharap kita sudah mulai operasionalkan," tambahnya.
Baca: Anggaran Olimpiade Jepang Membengkak 250 Miliar Yen Menjadi 1,6 Triliun Yen
Baca: Pembangunan Stadion Nasional Olahraga untuk Olimpiade 2020 Tokyo Jepang Rampung
Baca: Babi Hutan Berkeliaran di Adachiku Tokyo Jepang Belum Bisa Ditangkap Polisi Hingga Malam Ini
Menteri Bambang memberikan contoh lembaga penelitian animasi Lucas International yang membuat film "Star Wars" dibuat di Singapura karena dapat pengurangan pajak 400 persen di sana, sehingga hal itu menarik banyak investor asing yang datang.
"Malaysia, Singapura, Thailand sudah ada skema pengurangan pajak untuk R&D. Hanya Indonesia saja belum ada saat ini," kata dia.
Kalau sudah ada nantinya pihak kementerian Ristek juga bisa membuat matching grant.
"Misalnya Grant riset swasta memberikan 200 juta, pemerintah juga bisa dan berani matching dengan nilai sama 200 juta. Selain itu kita bisa kerja sama dengan berbagai pihak luar negeri bikin R&D bersama di Indonesia," ujar Bambang.
Riset inovasi berkarier para diaspora Indonesia yang ada di Luar negeri pun bisa kerja sama dengan baik, misalnya profesor Jepang dengan peneliti Indonesia bekerjasama melakukan R&D di Indonesia.
"Yang penting semua pihak punya pemikiran sama, committed untuk kerja sama mengembangkan R&D di Indonesia sehingga kita nantinya bisa berada selevel dengan negara tetangga dalam bidang R&D menyongsong 2045 di mana Indonesia sudah harus lepas landas menjadi negara maju," katanya.
Riset, inovasi nantinya juga terkait intelectual property right dan patent, publikasi harus tinggi setidaknya di ASEAN.

"Riset Indonesia sudah cukup banyak tetapi yang menjadi lisensi komersialisasi pada akhirnya masih kecil," ungkapnya.
Indonesia diharapkannya nanti bisa menyatukan kalangan usaha dengan para peneliti yang dijembatani pemerintah sehingga bisa maju, terealisasi dengan baik dalam praktiknya di masyarakat. Itulah yang dilakukan misalnya oleh Swedia.
"Dengan kekuatan R&D Indonesia, maka kita bisa akan menghasilkan produk sendiri. Apa yang saya lihat saat ini Made in Indonesia masih banyak yang sebenarnya hanya merangkai saja. Impor suku cadang lalu ditata dirangkai di Indonesia, lalu diberikan label Made in Indonesia."
Baca: Teknologi Jepang AI Tawarkan Belanja Online Indonesia Kerjasama Penilaian Komentar Cukup 2 Menit
Baca: Gerbong Hingga AC LRT Jabodebek Diuji BPPT
Baca: Suku Ainu Diakui Dengan UU Baru Jepang, Dapat Subsidi Sedikitnya 660 Juta Yen
Jarang industrialis ada di Indonesia saat ini.
"Kebanyakan pengusaha kita adalah pedagang. Mikir dikit saja malas. Boro-boro R&D," katanya.
Itulah sebabnya Menteri Bambang menegaskan kembali ingin menciptakan link riset penelitian invensi inovasi.
"Gapnya besar saat ini antara talenta penelitian dengan komersialisasi," kata Bambang.