Stop Kontrak Perjanjian Sepihak & Enggan Bayar Upah Kontraktor Limbah Kelapa Sawit Rugi Puluhan Juta
Kedua belah pihak menandatangani surat perjanjian kerja sama dengan nomor 022/SCC-SA/VI/2019 pada tanggal 20 Juni 2019.
Editor:
Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suroso Andrianto, kontraktor angkut limbah buah kelapa sawit (janjang kosong) mengalami kerugian mencapai puluhan juta rupiah diduga akibat pihak PT Sinar Citra Cemerlang (SCC) – ZTE yang menghentikan kontrak secara sepihak dan enggan membayar upah pokok.
Pada 19 Juni 2019 lalu, perusahaan besar swasta yang bergerak diperkebunan kelapa sawit ini membuat perjanjian kerja sama dengan Suroso untuk melaksanakan pengangkutan janjang kosong.
Kedua belah pihak menandatangani surat perjanjian kerja sama dengan nomor 022/SCC-SA/VI/2019 pada tanggal 20 Juni 2019.
Perjanjian ini berlaku selama 4 bulan hingga 20 Oktober 2019.
“Dalam SPK itu lengkap semua pasalnya, termasuk mekanisme dan pembayaran. Dalam kontrak ini saya dijanjikan mendapatkan bayaran Rp33 per kg janjang kosong yang diangkut,” kata Suroso.
Adapun yang menandatangi surat bermaterai 6000 ini yakni Direktur Utama PT SCC, Ir Anharuddin, dan Suroso Andrianto selaku kontraktor.
Tanda tangan pendukung atau saksi dari pihak perusahaan juga ada dalam surat ini yakni Anton dan Jiang Zhilin.
Pada dua bulan pertama, hubungan kedua belah pihak berlangsung harmonis.
Namun pada bulan ketiga, tepatnya pada bulan September 2019, pihak perusahaan tidak kunjung melakukan pembayaran.
Meskipun demikian, Suroso tetap menjalankan tugasnya sesuai spek dan ketentuan yang sudah di sepakati.
Memasuki bulan ke 4, tepatnya pada 7 Oktober 2019, pekerjaan kontraktor tersebut dihentikan secara sepihak.
"Tidak ada pemberitahuan apapun mengapa saya tidak mendapatkan bayaran. Padahal saya sudah bekerja sesuai prosedur yang telah disepakati bersama. Usut punya usut, informasinya uang saya ditahan oleh komisaris perusahaan, namanya Kevin," kata Suroso.
Suroso melanjutkan, perwakilan PT SCC atas nama Anton menghubungi dirinya melalui panggilan seluler dan mengatakan akan membayar upah pekerjaan asal harga diturunkan menjadi Rp 25 per kg.
Suroso menolak hal tersebut, dan berusaha menuntut keadilan atas hak dari titik keringatnya.
Suroso juga menjelaskan jika di dalam SPK tersebut terdapat pasal yang menyatakan jika salah satu pihak tidak bisa merubah harga yang telah disepakati terkecuali ada kenaikan harga bahan bakar minyak jenis solar.
Dalam hal ini naik atau turunnya upah hanya diperbolehkan mencapai 5 persen.
“Besok (Kamis, 28 November 2019) saya akan melaksanakan mediasi dengan pihak PT SCC di Polres Kotim. Selain menuntut pembayaran upah, saya juga meminta agar PT SCC membayar kerugian yang saya alami akibat PT SCC tidak sesuai perjanjian melakukan pembayaran,” kata Suroso.