Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Sidangkan Gugatan Merek Restoran Sushi Tei
Penggugat mengajukan gugatan terhadap PT Boga Inti (Boga Group) dan Kusnadi Rahardja selaku pemilik dan Presiden Direktur Boga Inti
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang perdana gugatan perkara merek yang diajukan Sushi-Tei Pte Ltd (Singapura) dan PT Sushi-Tei Indonesia, penggugat, Senin (16/9/2019).
Penggugat mengajukan gugatan terhadap PT Boga Inti (Boga Group) dan Kusnadi Rahardja selaku pemilik dan Presiden Direktur Boga Inti karena diduga melakukan pelanggaran atas hak ekslusif merek Sushi-Tei.
Sidang dipimpin Hakim Makmur dengan perkara nomor 59/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Kuasa hukum Sushi-Tei, James Purba mengatakan, para tergugat tanpa persetujuan penggugat telah membuat pernyataan yang tidak benar dan menyesatkan publik bahwa merek-Sushi Tei merupakan bagian dari Boga Group.
Baca: Dua Surat Xananao Gusmao untuk Keluarga Almarhum BJ Habibie
Bentuk penyesatan itu antara lain, kata dia, berupa pernyataan di situs Boga Group mengenai salah satu pencapaian perusahaan adalah pencapaian restoran Sushi-Tei.
Menurut dia, pernyataan itu menyesatkan karena Restoran Sushi-Tei tidak pernah menjadi bagian dari Grup Boga.
Baca: Korban Kecelakaan di Tol Jagorawi Sering Bertemu di Rumah Ini untuk Bisnis Tanaman Herbal
"Para tergugat tidak pernah mendapatkan persetujuan baik dari Sushi-Tei Singapura maupun Sushi-Tei Indonesia untuk menggunakan nama Sushi-Tei di situs, brosur maupun kartu nama Grup Boga," ungkap James, di persidangan.
Baca: Busyro Muqoddas: Istilah Taliban di KPK Adalah Sebutan untuk Tim Penyidik yang Militan
Perbuatan para tergugat tersebut dinilai menimbulkan kesalahan persepsi di publik bahwa Sushi-Tei merupakan bagian dari Boga Group sehingga merugikan penggugat. Atas kerugian itu, Sushi-Tei menuntut ganti rugi sebesar total USD 250 juta (Rp 3,5 triliun).
Selain itu, bentuk penyesatan lain berupa banyak produk dari restoran Boga Group yang memiliki kemasan fisik dengan mencantumkan merek Sushi-Tei.
Selain itu, Kusnadi Rahardja di sejumlah wawancara dengan media menyatakan Sushi-Tei bagian dari Boga Group.
"Tidak pernah ada persetujuan menyampaikan pernyataan ke media bahwa Sushi Tei merupakan bagian dari Grup Boga. Para tergugat menyalahgunakan merek Sushi-Tei tanpa persetujuan, seolah-olah merek tersebut bagian dari Grup Boga, selama sedikitnya 10 tahun,” kata James.
James menegaskan, perbuatan para tergugat merupakan pelanggaran atas hak ekslusif kliennya atas merek Sushi-Tei dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Upaya yang dilakukan tergugat itu, kata dia, telah menguntungkan para tergugat karena citra dan kualitas tinggi Sushi-Tei yang sudah diakui. Sementara itu, di lain sisi menimbulkan sejumlah kerugian bagi Sushi-Tei (Singapura) dan Sushi-Tei Indonesia.
Adapun kerugian itu, kata dia, pertama kehilangan investasi untuk kegiatan promosi merek Sushi-Tei sebesar USD 100 juta.
Kedua, kehilangan keuntungan pendapatan karena para tergugat telah mendapatkan keuntungan sebesar USD 50 juta dari penggunaan mereka atau penyesatan informasi bahwa Sushi-Tei bagian dari Boga Group.
Serta, ketiga, rusaknya reputasi Sushi-Tei yang jika dikalkulasikan kerugian tidak kurang dari USD 100 juta.
“Atas kerugian itu, kami menuntut ganti rugi senilai total USD 250 juta,” tegasnya.
Selain menuntut ganti rugi, dia menambahkan, Sushi-Tei menuntut para tergugat membuat klarifikasi setengah halaman di situs Boga Group.
Sushi-Tei juga menuntut tergugat memasang iklan satu halaman penuh di semua surat kabar utama di Indonesia dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang mengklarifikasi Boga Group bukan dan tidak pernah menjadi pemegang waralaba utama (master franchisee) merek Sushi-Tei di Indonesia.
Sementara itu, kuasa hukum tergugat Oktavianus Wijaya mengaku belum dapat mengomentari kasus itu karena masih mempelajari berkas gugatan. Rencananya pihak tergugat akan menyampaikan jawabannya saat sidang berikutnya pada 25 September 2019.
"Kalau dari kami sebenarnya belum ada komentar dahulu karena masih perlu waktu mempelajari berkas. Nanti, ketika sudah ada pada waktu kita memberikan jawaban baru ditetapkan," kata dia.
Untuk diketahui, Sushi Tei Pte Ltd disebut sebagai pemilik sah dari merek Sushi-Tei.
Sejak 25 Maret 2004, merek Sushi-Tei resmi terdaftar di Direktorat Jenderal kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, yang kemudian diperpanjang selama 10 tahun hingga 15 April 2023.
Sementara Sushi-Tei Indonesia (STI) adalah perusahaan yang dibentuk pada 23 April 2003 dengan komposisi kepemilikan saham STPL 60%, Kusnadi Rahardja 24%, dan Sonny Kurniawan 16%.
STI adalah pemegang lisensi untuk penggunaan merek Sushi-Tei di Indonesia. Saat ini STI memiliki 45 outlet di kota-kota besar di Indonesia.
Pada 2018, terjadi perubahan kepemilikan saham di STPL dengan masuknya Mizuho Asia Partners (Jepang) sebagai pemegang saham mayoritas.
Saat proses due diligence terhadap semua operasional STPL, termasuk di Indonesia, diketahui Kusnadi ternyata juga memiliki saham mayoritas di Boga Inti.
Kusnadi sendiri merupakan Presiden Direktur (Presdir) STI sampai dengan diberhentikan pada 2 Juli 2019, namun di saat bersamaaan dia juga memiliki 71,43% saham dan menjadi Presdir Boga Inti.
Setelah dilakukan penelusuran yang akhirnya ditemukan adanya sejumlah pelanggaran oleh Kusnadi maupun Boga Inti, antara lain penggunaan merek Sushi-Tei tanpa izin.