Sabtu, 4 Oktober 2025

Peringatan Ekonom Senior BI, Ekonomi AS Mulai Melemah, Indonesia Harus Waspada

Saat ini ada 17 komoditas yang bisa memanfaatkan kondisi pasar kalau barang China tidak bisa masuk.

Editor: Choirul Arifin
KONTAN/ARDIAN GESURI
M Noor Nugroho, analis senior Bank Indonesia (BI) yang juga Wakil Kepala Perwakilan BI di New York, 

TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK -  Banyak analis memprediksi perekonomian AS sudah mencapai puncaknya pada triwulan pertama 2019. Kini, dampak perang dagang mulai terasa, perekonomian mereka mulai melemah.

Untuk itu, Indonesia harus waspada karena bisa terkena efek kebijakan Presiden AS Donald Trump.

M Noor Nugroho, analis senior Bank Indonesia (BI) yang juga Wakil Kepala Perwakilan BI di New York, Jumat pekan lalu mengatakan, secara umum kondisi perekonomian AS solid.

Secara tahunan (year on year), produk domestik bruto (PDB) dalam tren naik terus sejak pertengahan 2016 sampai triwulan pertama 2019. Kondisi ekonomi AS pun kelihatan superior karena naik tinggi di tengah kondisi global yang lemah.

Tapi, perekonomian AS diprediksi mulai melambat setelah mencapai puncak pada triwulan pertama lalu. “Ke depannya mulai slowing. Tapi, apakah perekonomiannya akan turun secara moderat atau gradual ataukah akan terjun ke krisis, itu yang kita coba gali,” ujarnya.

Baca: Mulai 1 Juli, Garuda Pindahkan Penerbangan Domestik dari Bandung ke Kertajati

Dilihat dari indikatornya, konsumsi AS masih cukup kuat, solid. Penjualan ritel tumbuh tinggi, walau beberapa bulan terakhir melambat.

Tingkat konsumsi yang cukup bagus itu lantaran tingkat pengangguran masih rendah di angka 3,75%. Upah juga naik, belakangan indikator upahnya stabil di 3%. Jadi ekonomi AS ditopang oleh dasar yang cukup kuat dari employment.

Adapun di sisi suplai juga kuat, walau beberapa bulan terakhir ekspor turun. Penurunan ini karena permintaan eksternal turun, sebagai dampak dari ekonomi global yang melambat. 

Maka impor juga turun. “Mungkin ini dampak dari trade war. Akibat kenaikan tarif impor mulai dari 10% dan Juni naik jadi 25%. Ekonomi diduga akan turun,” kata Nunu.

Bank Sentral AS, Federal Reserve, melihat ekonomi AS tidak sekuat dulu. Jerome Powell, Gubernur The Fed, bilang ekonomi moderate, padahal sebelumnya bold, solid. Outlook ekonomi berubah, tadinya 2019-2020 naik, sekarang turun. 

Maka pasar melihat ini indikasi The Fed akan memangkas suku bunga. “Masalahnya tinggal berapa kali mau cut,” ujar Nunu.

Menurut Nunu, Powell tak ingin telat mengambil kebijakan. Kalau ekonomi sudah telanjur krisis jelas susah mengubahnya. “Pasar melihat Powell akan cut rate sekali sampai tiga kali, 25 bps sampai 75 bps,” ucapnya.

“Ini bisa disebut sebagai insurance cut, untuk jaga-jaga supaya ekonominya tidak krisis,” lanjut Nunu.

Nunu sendiri melihat, inflasi AS belum jauh dari targetnya, sehingga ia menduga The Fed akan memotong bunga sekali sampai dua kali mulai September nanti.

Saat ini inflasi AS 1,8%. Sedangkan targetnya 2% dengan membolehkan deviasi simetris atas bawah, cuma tidak eksplisit berapa range-nya. Yang jelas, turunnya inflasi ini menjadi indikasi daya beli mulai turun.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved