Kamis, 2 Oktober 2025

Masyarakat Sekarang Ini Butuh Bioskop Independen kata Ketua Gabungan Pengelola Bioskop Independen

Animo masyarakat terhadap film nasional melaju dengan cepat. Petumbuhan penonton setiap tahunnya terus meningkat.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-inlihat foto Masyarakat Sekarang Ini Butuh Bioskop Independen kata Ketua Gabungan Pengelola Bioskop Independen
ist
Djonny Syafruddin, Ketua GPBSI.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Animo masyarakat terhadap film nasional melaju dengan cepat. Petumbuhan penonton setiap tahunnya terus meningkat.

Per tahun produksi film juga terus meningkat kesemuanya itu menunjukkan industri film nasional sedang tumbuh subur. Namun demikian, pertumbuhan film itu tidak sama dan sebangun dengan hadirnya bioskop-bioskop baru.

Data yang ada di Gabungan Pengelola Bioskop Indonesia (GPBSI),  kini ada 1685 layar. Sedangkan dengan minat penonton dan produksi film yang terus meningkat idealnya Indonesia paling tidak membutuhkan 3000 layar.

“Yang dibutuhkan masyarakat sekarang ini adalah bioskop independen,” ungkap Ketua GPBSI, Djonny Syafruddin.

Bioskop independen yang dimaksudkan adalah bioskop yang dikelola oleh individu swasta di luar bioskop berjaringan seperti Twenty One atau CGV.

Kebutuhan akan penambahan bioskop independen, tak bisa dihindari dan harus segera terpenuhi untuk menjaga agar pertumbuhan industri film nasional tetap kondusif seperti sekarang ini.

“Bioskop-bioskop independen itu bukan di ibukota provinsi, tetapi di wilayah tingkat II, kabupaten dan kota, serta kecamatan,” kata Djonny Syafruddin yang memilik ibioskop independen bernama Dakota di Cilacap, Kroya, Jawa Tengah, dan di Sengkang, Sulawesi Selatan.

Alasan yang dikemukakan Djonny Syafruddin yang juga memiliki bangunan bioskop di beberapa kota itu, penonton film nasional terkosentrasi di wilayah yang disebutkan di atas.

“Pengalaman saya mengelola bioskop di beberapa daerah, film nasional yang relative bagus penontonnya banyak di kabupaten dan kecamatan. Kantong-kantong penonton film nasional terbesar adanya diwilayah kabupaten/kota dan kecamatan,” tutur Djonny.

Dalam hal pendirian bioskop itu, Djonny menghimbau agar pemerintah memberikan perhatian dalam beberpa hal. Di antaranya kredit lunak bagi, pembangunan bioskop, pajak yang dikenakan dan tarif dasar listrik.

“Sebaiknya pemerintah memberikan kredit lunak yang sama untuk usaha UMKM. Jangan disamakan dengan kredit perbankan. Biaya untuk pembuatan bioskop lengkap sekitar dua setengah miliar. Kami sebagai pengelola bioskop tidak minta kredit keseluruhan paling tidak separuh dari biaya itu diberi kredit,” jelas Djonny.

Biaya terbesar untuk membangun bioskop adalah alat projector digital dan sound system. Selainnya perlengkapan kursi, layar, dan pendingin. Pada satu area gedung bioskop dibutuhkan minimal  3-4 layar bioskop.

Untuk pembiayaan tersebut, kata Djonny, pemerintah dalam hal ini presiden bisa saja membuat Kepres atau inpres yang diteruskan kebijakan tersebut melalui Kementerian Keuangan, Kemendikbud, dan Bekraf.

”Lebih realistis dengan mengeluarkan kebijakan tersebut. Dengan begitu, masyarakat akan mendapatkan akses lebih luas untuk mendapatkan hiburan melalui film,” tutur Djonny.

Menjadi harapan para pengelola bioskop di seluruh Indonesia yang kerap disampaikan ke Djonny Syafruddin mengenai tarif listrik yang dikenakan bioskop sangat tinggi. Karena disamakan dengan tarif industri.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved