Putuskan Tarif Tol Turun, Dianggap Bahaya Buat Dunia Investasi
Tarif tol yang berlaku, khususnya Tol Trans-Jawa dinilai terlalu mahal dan membebani pengusaha angkutan logistik.
"Kenapa kemudian akhirnya menyerahkan pembangunan koridor Tol Trans-Jawa ini kepada swasta, ya karena biaya membangunnya sangat mahal. Salah satu penyebabnya adalah harga tanah yang tinggi," tutur Yayat.
Nah, yang sanggup membangun Tol Trans-Jawa dengan harga tanah demikian tinggi adalah swasta. Mereka kemudian berani berpartisipasi dengan menggandeng beberapa bank untuk pembiayaannya.
"Mereka pinjam lho. Kredit triliunan Rupiah, ada bunga juga sekian persen. Mereka berkewajiban untuk mengembalikannya dalam jangka waktu tertentu," tambah Yayat.
Jalan Tol Solo-Ngawi, dia mencontohkan, baru bisa break even point (BEP) jika lalu lintas harian rata-rata (LHR)-nya 120.000 kendaraan. Sekarang masih berkutat di angka 10.000 kendaraan.
"Coba berapa tahun lagi itu BEP. Ini bisnis jangka panjang yang tidak menarik lagi jika tarif yang sudah disepakati dan diputuskan, harus disesuaikan lagi," tambah Yayat.
Karena itu, lanjut dia, paradigma masyarakat pengguna jalan tol, baik pribadi maupun logistik, harus bisa melihat, bahwa jalan tol itu adalah memang bisnis.
Jalan tol adalah komoditas yang ditransaksikan, bukan sebagai sebuah konsep pelayanan.
Thomas selaku BUJT yang mewakili Astra Infra berharap, kajian penyesuaian tarif tol harus benar-benar dilakukan secara matang dengan mempertimbangkan segala konsekuensinya.