Gejolak Rupiah
Rupiah Melanjutkan Pelemahan
Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pagi ini bergerak melemah ke posisi Rp 15.210 per dolar AS.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pagi ini bergerak melemah ke posisi Rp 15.210 per dolar AS. Kemarin, posisi Rupiah ditutup melemah ke posisi Rp 15.197 per dolar AS.
Di pasar spot, pagi ini Rupiah ditransaksikan pada kisaran Rp 15.205 hingga Rp 15.215 per dolar AS. Dengan posisi kurs pagi ini, depresiasinya sejak awal tahun ini menjadi 12,18 persen.
Baca: Faisal Basri Memprediksi Tren Pelemahan Rupiah Masih Berlanjut
Analis Senior CSA Research Institue Reza Priyambada mengatakan, pergerakan Rupiah kembali mengalami pelemahan seiring imbas terdepresiasinya mata uang Euro. Pergerakan dolar AS pun kembali mengalami kenaikan dengan memanfaatkan kondisi tersebut.
Sementara itu, dari dalam negeri, adanya sentimen positif mengenai optimisme Kementerian Perdagangan terhadap target transaksi dagang di Trade Expo Indonesia 2018 yang mencapai 1,5 miliar dolar AS, adanya tinjauan masa pemerintahan Jokowi-JK selama kurun waktu 4 tahun, khususnya di bidang ekonomi kurang mampu mengangkat Rupiah.
“Diperkirakan Rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.204 - Rp 15.188 per dolar AS,” katanya.
Secara terpisah, ekonom senior Faisal Basri memprediksi, tren pelemahan Rupiah masih akan berlanjut di tahun depan. Kendati pemerintah mematok asumsi kurs Rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 di level Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat, tekanan pada nilai tukar masih ada.
“Pemerintah saja bikin asumsi APBN sudah Rp 15 ribu, biasanya realisasi lebih tinggi daripada target,” ungkap Faisal Basri kepada Tribunnews.com, Rabu (24/10/2018), di Hotel Bidakara, Jakarta.
Faisal menjelaskan, kondisi defisit transaksi berjalan yang masih defisit, rentan membuat Rupiah melemah. Seperti diketahui, pada pada triwulan pertama 2018, transaksi berjalan Indonesia defisit 5,71 miliar dolar AS atau 2,21 persen Produk Domestik Bruto. Defisit itu kian melebar pada triwulan kedua 2018 menjadi sebesar 8,02 miliar dollar AS atau 3,04 persen PDB.
Sementara dari sisi eksternal, rencana bank sentral Amerika Serikat yang masih akan menaikkan suku bunga acuan dan meningkatnya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dengan China membayangi pergerakan Rupiah.
“Jadi sederhana aja, apakah tahun depan transaksi berjalan akan menjadi surplus, kan tidak. Sepanjang transaksi berjalan defisit, dan arus modal masuk melemah, maka Rupiah akan terus melemah,” kata Faisal Basri.