Asosiasi Distributor-Importir Pelumas: Dasar Alasan Penerbitan SNI Wajib Pelumas Tak Sesuai Fakta
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menyatakan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk pelumas otomotif akan segera tuntas
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi pengusaha distributor dan importir pelumas nasional yang tergabung dalam Perhimpunan Distributor dan Importir Pelumas Indonesia (PERDIPPI) tetap menyatakan keberatan atas terbitnya peraturan mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib untuk produk pelumas yang boleh beredar di dalam negeri.
PERDIPPI memberikan sejumlah catatan terkait alasan yang menjadi dasar penerbitan aturan SNI Wajb tersebut, sebagaimana sebelumnya dikemukakan pejabat Pemerintah.
“Ada sejumlah alasan yang dijadikan dasar dari penerbitan aturan SNI itu yang bertentangan dengan fakta di lapangan. Sehingga, alasan-alasan yang diungkapkan tersebut tidak berdasar atau bahkan bertentangan dengan realitas yang ada,” sebut Ketua Umum PERDIPPI, Paul Toar dalam keterangan persnya kepada Tribunnews, Rabu (22/8/2018).
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menyatakan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk pelumas otomotif akan segera tuntas dalam waktu dekat.
Sedangkan proses pemberlakuanya secara efektif masih membutuhkan masa transisi.
Direktur Kimia Hilir Kemenperin, Taufiek Bawazier sepeti dikutip sebuah harian nasional, Kamis (26/7/2018) menyebutkan, proses pengajuan pemberlakuan SNI Wajb Pelumas berjalan lancar.
Baca: Wuling Motors Tampil Perdana di GIIAS Makassar Auto Show
Setelah diajukan pada Februari 2018, proses notifikasi berlangsung selama tiga bulan dan saat ini proses sudah berada di biro hukum kementerian.
Paul menyatakan, jika alasan penerbitan SNI Wajib itu dikarenakan pelumas impor tidak bisa dijamin kualitasnya, hal itu sama sekali tidak benar.
Baca: Bengkel di Ulujami Nekat Bikin Oli Palsu, Ketahuan Setelah Konsumen Mengeluh Mesin Motornya Rusak
Alasannya, proses produksi pelumas impor telah melalui proses pengujian laboratorium Lemigas dengan 14 parameter uji kimia fisika, sebelum diizinkan beredar.
“Mereka adalah minyak pelumas prduksi berbagai perusahaan minyak raksasa dunia yang diakui kualitas produk dan kredibilitasnya seperti Shell, Exxonmobil, Mobil 1, Total, Castrol dan seterusnya. Kualitasnya sudah dijamin di negara asal masing-masing,” ungkap Paul.
Kedua, tudingan yang dijadikan alasan kedua penerbitan aturan yakni pasar pelumas nasional dikuasai oleh impor juga tidak beralasan.
Paul menyatakan, fakta menunjukan, sampai saat ini perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yakni Pertamina masih menguasai 70% lebih market share minyak pelumas di Indonesia.
Sedangkan alasan ketiga yang dikemukakan pemerintah, yakni dengan SNI Wajib maka negara memproteksi pelumas dalam negeri dari pelumas impor juga terbukti tidak benar.
"Fakta berbicara, bahan baku minyak pelumas produksi dalam negeri ternyata juga diimpor," ungkap Paul.
Paul menambahkan, anggapan bahwa BSN (Badan Standardisasi Nasional) memberikan legalitas SNI, tidak tepat. Yang memberikan sertifikasi adalah LSPro (Lembaga Sertifikasi Produk) yang sudah diakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional).
Dalam hal mau memberikan sertifikasi SNI Pelumas, LSPro perlu menguji 14 parameter fisika/kimia pelumas, sampai saat ini belum ada laboratorium LSPro yang memiliki kemampuan menguji 14 parameter tersebut dan hanya laboratorium LEMIGAS yang lengkap kemampuan ujinya.
Paul juga menyatakan, pengujian terhadap 14 parameter semua pelumas termasuk yang sudah ada SNI-nya telah dilakukan dalam rangka memperoleh sertifikasi NPT.
"Kita ketahui bahwa bagi semua pelumas yang sudah ada SNI-nya, maka semua persyaratan fisika/kimia pada SNI sudah dimasukkan lengkap sebagai persyaratan untuk mendapatkan NPT, sehingga SNI sebagai sertifikasi tersendiri tidak relevan," paparnya.
Hal ini karena Indonesia belum bisa memiliki kualitas bahan baku dan teknologi yang sangat kompleks dan terus berkembang.
Begitu pula dengan alasan lain yang menyatakan regulasi tentang pelumas di Tanah Air belum jelas sehingga dibutuhkan standar SNI Wajb juga tidak terbukti.
Sebab, sampai saat ini, regulasi pelumas yang ditetapkan pada tahun 1998 yakni Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) dimana standar SNI juga dimasukan di regulasi itu, tetap berjalan secara stabil.
“Karena itu. Jika nanti ada aturan baru lagi, yakni SNI Wajb Pelumas maka akan terjadi dualisme atauran yakni antara SNI dan NPT. Sehingga akan terjadi kerancuan di pintu masuk bagi bea cukai dan di jalur distribusi untuk kepolisian,” ungkap Paul.
Biaya pengurusan SNI Wajib yang berkisar Rp 500.000.000,- /SKU per 4 tahun juga jadi sorotan PERDIPPI.
"Ketentuan besaran biaya ini justru akan mematikan produsen dalam negeri yang berskala kecil dan sudah berinvestasi triliunan rupiah," tegas Paul.
Ujung-ujungnya, masyarakat yang selama ini telah mendapatkan layanan terbaik dengan hadirnya pelumas berkualitas dengan harga terjangkau serta mudah diperoleh, juga akan menghadapi kesulitan.