Sabtu, 4 Oktober 2025

Pengembang Kota Mandiri Meikarta Tolak PKPU karena Tidak Terhutang

Banyaknya kejanggalan pada tagihan yang ditemukan, pihaknya telah melaporkan kepada pihak yang berwenang untuk diusut tuntas

Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUN/HO
Pekerja bersiap untuk memenuhi target percepatan pembangunan proyek Meikarta, Sabtu (26/5/2018). Dengan proyek percepatan tersebut sebanyak 14.500 unit apartemen Meikarta ditargetkan akan diserahterimakan pada akhir 2018 hingga Februari 2019. TRIBUNNEWS/HO 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Mahkota Sentosa Utama selaku pengembang kota mandiri berskala internasional Meikarta, menyatakan akan menolak gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau PKPU.

Penolakan PKPU tersebut berdasarkan sejumlah kejanggalan dalam tagihan yang diajukan PT PT Relys Trans Logistic (RTL) dan PT Imperia Cipta Kreasi (ICK) terhadap MSU.

"Kami menolak gugatan berdasarkan bahwa kami memang jelas tidak terhutang. Hal ini bisa dibuktikan melalui tagihan fiktif dengan banyaknya kejanggalan yang kami temukan berdasarkan pengajuan tagihan oleh PT RTL", sebut Direksi PT MSU,  Reza Chatab dalam keterangan pers, Selasa (26/6/2018).

Dikatakan Reza Chatab, banyaknya kejanggalan pada tagihan yang ditemukan, pihaknya telah melaporkan kepada pihak yang berwenang untuk diusut tuntas agar kebenaran berdasarkan hukum menjadi nyata.

Adapun kejanggalan tersebut dapat dilihat berdasarkan sembilan poin yang terlihat menyalahi aturan administrasi dan peruntukan tagihan tidak sesuai acara dan tanpa persetujuan direksi MSU.

Sembilan poin kejanggalan dan diduga fiktif dalam surat penagihan tersebut adalah :

1. Surat Perintah Kerja (SPK) yang jika lazim dan sah, seharusnya disiapkan dan dikeluarkan secara sah oleh MSU, namun dalam hal ini SPK dibuat diatas kop surat penerima pekerjaan yaitu "RTL Management/PT Relys Trans Logistic", dengan nomor surat bukan dari MSU tetapi dari PT Relys "012/WO/RTL/XI/2017" yang sepertinya adalah "WO=Work Order dari PT Relys", dan sepertinya tertanggal "XI/17 = November 2017". Dan hal ini konsisten dengan tulisan "SPK dari PT Relys "To=Kepada" MSU. Terlalu banyak diskrepansi yang mendasar dan tidak sensibel.

Baca: Digugat Dua Vendornya, Ini Penjelasan Pengembang Meikarta

2. Yang disebut "SPK" bernilai milyaran rupiah yang seharusnya ditandatangani direksi MSU, namun dalam hal ini : (1). Hanya diwakili seorang "Angga" dengan jabatan "DGM/Deputy General Manager", atau empat lapisan dibawah Dirut PT MSU, dan (2) Tidak ditandatangani oleh "Angga" tersebut, namun hanya tertera "a/n" dan coretan tanda tangan tanpa nama lengkap (hanya inisial, yang mungkin saja seseorang yang berada di lapisan yang lebih dibawah lagi). Sangat logis diragukan, dan diduga sebagai suatu permainan yang luar biasa.

3. Yang disebut "SPK" mencantumkan tanggal-tanggal yang tidak jelas bahkan conflicting. Tertulis tertanggal "8 Desember 2017" , untuk suatu jasa yang harus dilakukan pada masa yang lalu, sebuah event yang sudah lewat lebih dari tiga bulan ke belakang, yaitu "17 September - 16 Oktober 2017". Padahal "SPK" tertanggal 8 Desember 2018, seharusnya terkait pekerjaan "yang akan datang". Semuanya ini, sesuai dan konsisten dengan catatan di "SPK" tersebut yang menyebut "Will give = akan diberi", "to start = akan dimulai", dan "to be paid = akan dibayar". Semuanya menunjuk pada suatu event yang akan dan belum terjadi.

4. Angka - angka yang tertera di "SPK" jelas bermasalah. Ditulis angka "Rp.19", sesuatu angka yang tidak serius. Lalu disebut "Satu milyar enam ratus tujuh puluh tujuh juta seratus tiga puluh dua ribu rupiah". Tidak ada angka yang jelas, konsisten ataupun sensibel.

5. Event tertanggal "17 September - 16 Oktober 2017" di "SPK" tidak terdaftar atau tercatat sebagai sesuatu "authorized event" yang memiliki persetujuan direksi MSU.

6. Didalam "SPK" tidak jelas dan tidak diuraikan apa yang dimaksud "Meikarta Customer Gathering" atau "Event Production". Hal ini sepertinya juga dua hal berbeda. "Customer Gathering" adalah suatu event yang sederhana tidak membutuhkan "Production". Sedangkan "Event Production" lebih mengarah pada show yang lebih rumit.

7. Untuk suatu "Customer Gathering", angka "Rp.19" tidak masuk akal. Namun jika angkanya adalah "satu milyar enam ratus tujuh puluh tujuh juta" juga merupakan angka yang sangat besar dan fantastis - artinya, jika dibagi 100 orang , biayanya menjadi Rp. 17,7 juta per orang, atau jika dibagi 200 orang, biayanya menjadi hampir Rp. 9 juta per orang. Yang tentunya tidak masuk akal, melebihi biaya suatu pesta pernikahan yang besar, yang biasanya hanya sebesar Rp. 200.000 per orang.

8. Pada "SPK" tertulis angka-angka yang berlawanan, tidak konsisten dan tidak masuk akal. (Misalnya, Rp. 19 vs Milyaran). Itupun masih tercantum sebagai angka Production "estimate=perkiraan". Hal ini tentu lebih tidak jelas lagi.

9. Tidak ada dokumen dokumen yang membuktikan pekerjaan jasa terjadi sesuai spesifikasi/term of reference dan diterima sah oleh direksi MSU.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved