Sabtu, 4 Oktober 2025

Pasca Kenaikan Suku Bunga Acuan, Indef Prediksi Rupiah Akan Menguat dalam Jangka Pendek

Suku bunga deposito dan suku bunga kredit meningkat dengan level yang sama masing-masing menjadi 4 persen dan 5,5 persen.

Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Choirul Arifin
Tribunnews.com / Ruth Vania
Ekonom INDEF Bhima Yudistira Adhinegara 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Bank Indonesia (BI baru saja menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen dari sebelumnya 4,50 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Tambahan Bank Indonesia.

“Rapat Dewan Gubernur pada 30 Mei 2018 memutuskan untuk menaikkan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen,” kata Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Rabu (30/5/2018) di Bank Indonesia, Jakarta.

Suku bunga deposito dan suku bunga kredit meningkat dengan level yang sama masing-masing menjadi 4 persen dan 5,5 persen. Keputusan ini berlaku efektif 31 Mei 2018.

Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara berpendapat, kenaikan suku bunga acuan tersebut diprediksi akan berdampak pada penguatan rupiah untuk jangka pendek.

“Setelah kenaikan bunga acuan rupiah diprediksi menguat di kisaran Rp 13.900 - Rp 14.000 untuk jangka pendek,” kata Bhima kepada Tribunnews.com, Rabu (30/5/2018) di Jakarta.

Menurutnya, efek penguatan rupiah dirasa kecil karena sebelumnya pelaku pasar telah melakukan price in atau memasukan faktor kenaikan bunga acuan yang kedua ke harga saham.

“Meskipun BI menaikkan bunga acuan lagi di RDG tambahan pelaku pasar tidak terlalu surprise. Yang jadi perhatian utama adalah melihat sinyal berapa kali BI akan naikan bunga acuan sampai akhir tahun, apakah benar benar pre emptive mengantisipasi setiap naiknya Fed rate atau lebih longgar,” jelas Bhima.

Baca: Menguat, Rupiah Tinggalkan Level Rp 14.000 Per Dolar AS

Bhima menjelaskan, sejumlah faktor global juga bisa menjadi penghambat laju penguatan rupiah salah satunya karena instabilitas politik dan ancaman krisis keuangan di Italia. Selain itu, ada Turki dan Argentina yang dikhawatirkan memicu krisis sistemik global, negosiasi AS dan China belum menemui titik terang dan berpotensi melanjutkan trade war serta keputusan OPEC yang berpengaruh ke harga harga komoditas.

Baca: Amien Rais Mengaku Dilobi Utusan Istana untuk Dipertemukan dengan Jokowi, Ini Reaksinya

“Pelaku pasar juga mencermati langkah lain yang mungkin diambil BI sebagai bentuk stabilisasi rupiah,” imbuh Bhima.

Diketahui, di pasar spot, Bloomberg mencatat sore ini rupiah menguat ke level Rp 13.983 per dolar AS. Di awal perdagangan, rupiah dibuka melemah ke level Rp 14.025 per dolar AS. Sementara, menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia posisi rupiah pada perdagangan hari di level Rp 14.032 per dolar AS.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved