Jumat, 3 Oktober 2025

Bebani Anggaran Daerah, Tinjau Ulang Kebijakan THR dan Gaji Ke-13 untuk PNS!

Mereka menilai, beban pemberian THR dan gaji ke-13 itu menjadi tanggungan daerah melalui anggaran daerah atau APBD.

Editor: Choirul Arifin
Rina Ayu/Tribunnews.com
Upacara Hari Kebangkitan Nasional di Kantor di Kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (21/5/2018). 

Laporan Reporter Kontan, Sinar Putri S.Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) meminta kepada pemerintah untuk berhati-hati dalam membuat kebijakan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 bagi PNS, TNI, Polri, dan pensiunan.

Sekjen FITRA, Yenny Sucipto mengatakan, boleh saja pemerintah meloloskan kebijakan terkait THR dan Gaji ke-13, tetapi apakah pemerintah atau Kementerian Keuangan sudah memiliki kajian yang komprehensif terkait kebijakan tersebut. 

Mereka menilai, beban pemberian THR dan gaji ke-13 itu menjadi tanggungan daerah melalui anggaran daerah atau APBD.

Sementara jika dilihat kapasitas fiskal pada 2017, dari 34 provinsi terdapat 17 provinsi yang memiliki ruang fiskal rendah dan sangat rendah.

Baca: Rizal Ramli Akan Tangkap 100 Orang Paling Brengsek di Indonesia Kalau Jadi Presiden

Sedangkan untuk kabupaten/ kota, dari 93 kota terdapat 47 kota yang memiliki ruang fiskal rendah dan sangat rendah, untuk kabupaten dari 415 kabupaten terdapat 207 kabupaten yang ruang fiskal rendah dan sangat rendah.

Masih banyak daerah yang secara ruang fiskal akan kesulitan menerapkan kebijakan ini. Jika kebijakan diterapkan pun akan menurunkan inovasi daerah dan sektor belanja publik.

Baca: Tahun Depan Maju Nyapres, Rizal Ramli Akan Pakai Resep Ala Gus Dur, Seperti Apakah?

"Berdasarkan kajian FITRA, kinerja anggaran di tingkat kementerian/lembaga pada akhir 2017 dinilai buruk, rata-rata hanya mencapai 40%. Sedangkan, berdasarkan data PEFA (Public Expenditure and Financial Accountability, 2017), realisasi belanja pemerintah pada 2016 dinilai buruk yaitu hanya mencapai nilai C," tulis Yenny dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/5/2018).

Dia berpendapat pemberian tunjangan kinerja harus ditinjau ulang karena kinerja anggaran pemerintah yang mengecewakan.

Pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah yakni pertama, memperhatikan prinsip efektivitas, efisiensi, dan keadilan sesuai dengan UU Nomor 17 tahun 2003, kebijakan yang dilahirkan pemerintah harus berlandaskan prinsip yang pro rakyat, jangan malah sebaliknya.

Kedua, perlunya analisis yang komprehensif dan memperhatikan diskresi fiskal APBN dan APBD.

Sebab, berdasarkan riset FITRA di 70 daerah (2016) bahwa ketidakleluasaan fiskal APBD mempengaruhi alokasi anggaran untuk program-program sektor publik yang tersandera dan lebih dialokasikan pada Belanja Pegawai.

"Peningkatan terhadap belanja pegawai tentu akan mengurangi porsi belanja publik dan mengurangi inovasi daerah, sehingga pemerintahan Jokowi tentu harus melihat secara menyeluruh daerah-daerah yang ruang fiskalnya rendah," tambah Yenny.

Pada 23 Mei 2018 lalu Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah tentang Tunjangan Hari Raya dan Gaji ke-13 untuk Pegawai Negeri Sipil Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Negara, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan.

Untuk tahun 2018 ini pemerintah akan memberikan THR yang lebih besar.

Hal itu terlihat dari anggaran pemerintah yang mencapai Rp 35,7 triliun atau naik 68,9% dibandingkan tahun sebelumnya.

Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara (PAN-RB) Asman Abnur mengatakan, pemberian THR itu karena dilihat dari hasil laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) kinerja para ASN naik cukup signifikan.

"Jadi berarti sekarang program dan kegiatan sudah nyambung. Jadi  manfaat dari sebuah anggaran sudah bisa dirasakan sekarang. Jadi ini peningkatan kinerja di ASN, ini (THR) bentuk reward lah," kata Asman.

  
 

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved