Anggota DPR Soroti Profesionalisme Bulog Mengelola Kebijakan Beras Dalam Negeri
Kenyataan ini pula yang menjadi dasar pemerintah mengeluarkan kebijakan pahit bagi petani untuk impor beras.
Kasus lain yang menyeret Bulog terjadi ketika Satgas Pangan Polda Sumatera Selatan pada Juli 2017 mengamankan 39 ton beras Rastra Bulog tidak layak konsumsi dan ditemukan di gudang tempat mengoplosan beras Rastra.
Tak lama, Satgas Pangan Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada Juli 2017, mengabarkan Polres setempat telah menemukan sekitar 40 ton beras di sebuah gudang. Beras tersebut dalam karung bertuliskan Bulog. Beras dioplos dengan merk lain untuk didistribusikan kepada pelanggan.
Aparat hukum juga tengah melakukan penyelidikan terhadap oknum pegawai Gudang Bulog yang diduga menilep beras 600 ton senilai Rp 4,4 miliar di gudang Randugarut Semarang, Jawa Tengah, yang kasusnya terungkap Agustus 2017.
Selain kasus tersebut, Humas Polda Jawa Tengah juga mengungkapkan bahwa Satgas Pangan telah membongkar penimbunan 39 ton gula kristal putih yang tidak memenuhi SNI. Gula tersebut ditimbun di sebuah Gudang PT Gendis Multi Manis (GMM) di Blora, yang dikelola Bulog.
Kemudian, kasus gula rafinasi, di mana Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti beberapa kali dipanggil Mabes Polri untuk dimintai keterangan. Ada pun kasus ini terkait impor gula Bulog tahun 2016 sebanyak 2,9 juta ton.
Kasus lainnya terkait impor daging dari India yang diduga ada permainan “kongkalikong” karena harga diberlakukan sama untuk 10 importir, dengan harga lebih mahal yakni 3,5 dolar AS per kilogram, padahal harganya hanya 2,4 dolar AS per kilogram.
Bagi Firman, rentetan kasus tersebut menjadi catatan bahwa kinerja Bulog cukup mengecewakan di tengah gencarnya pemerintahan Jokowi-JK memberi pelayanan maksimal bagi masyarakat dengan harga pangan yang terjangkau serta meningkatkan kesejahteraan petani.