Anggota DPR Soroti Profesionalisme Bulog Mengelola Kebijakan Beras Dalam Negeri
Kenyataan ini pula yang menjadi dasar pemerintah mengeluarkan kebijakan pahit bagi petani untuk impor beras.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Sukartono menilai jajaran direksi Badan Urusan Logistik (Bulog) yang ada sekarang sudah tidak patut lagi dipertahankan.
Alasan dia, Bulog kini dirundung banyak masalah, mulai dari serapan gabah yang anjlok sehingga pemerintah terpaksa mengambil kebijakan pahit impor beras hingga maraknya kasus beras oplosan milik Bulog.
Bambang menuturkan, harusnya Bulog ini dikelola oleh sumberdaya manusia yang handal, tidak asal-asalan seperti yang yang sekarang ini.
Apalagi fungsi Bulog ini mengacu Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang perdagangan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2015, diatur bahwa peran Bulog sangat vital tidak hanya untuk stabilitas harga di pasar, tapi juga dari sisi mutu serta jumlah kecukupan dari kondisi pangan yang telah diatur yakni 11 komoditas pangan terutama beras.
“Tapi Bulog jamin 1 komoditas saja sudah gagal total. Bertugas menyimpan stok beras saja sudah tidak profesional dibandingkan swasta yang punya teknologi penyimpanan beras. Dan Bulog ini hanya bisa menyerap 2,3 juta ton beras dibanding dari swasta yang bisa menyerap 40 juta ton lebih. Ini berarti Bulog itu tidak bisa berfungsi sebagai stabilitas pasar. Bulog ini gagal total. Daripada begitu, yang pertama dilakukan SDM-nya harus diberhentikan semua. Ini sudah rusak total,” katanya saat dikonfirmasi, Jumat (16/2/2018).
Baca: Beras Impor Jangan Sampai Rugikan Petani
Dalam serap gabah saja, lanjut dia, yang jelas dibantu TNI, nyatanya juga gagal. Di Tahun 2017, Bulog yang seharusnya bisa serap 5 juta ton, ternyata hanya mampu mencapai setengahnya saja. Kenyataan ini pula yang menjadi dasar pemerintah mengeluarkan kebijakan pahit bagi petani untuk impor beras.
“Jadi manajemen Bulog ini sudah amburadul dan tidak layak lagi dipertahankan. Bila tidak diganti, berarti di Kementerian BUMN ini ada adap-apanya sehingga harus juga ditindak tegas,” katanya.
Dia menggaris bawahi, Bulog yang bermasalah saat ini bukanlah institusinya tapi SDM-nya.
“Di luar negeri itu pemilihan pejabat di BUMN (Bulog) sangat selektif. Tidak seperti sekarangi ini dimana pemilihan direksi hanya berdasar like and dislike, tidak berdasarkan kompetensi dan integritas tinggi. Ini jadi pelajaran bagi Kementerian BUMN agar selektif apalagi Bulog ini mengelola stok pangan,” tambah dia.
Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menilai Bulog kini banyak masalah. Dia lalu menyebut sederet kasus yang terjadi di Bulog.
Yakni Polda Kalimatan Selatan membongkar kasus beras oplosan sekitar 18 ton di Pelabuhan Trisakti Banjarmasin pada Januari lalu.
Beras tersebut diduga dioplos dengan beras milik Bulog yang seharusnya digunakan operasi pasar. Beras oplosan itu kemudian akan dijual dan dikirimkan ke Surabaya.
Kasus lainnya, ada enam oknum pegawai Bulog yang saat ini dalam proses hukum kasus pengoplosan beras di sebuah gudang di kawasan Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Jakarta pada Oktober 2016.
Oknum Bulog ini diduga menyuplai beras bersubsidi 400 ton ke PT DSU yang bukan perusahaan penyalur resmi beras bersubsidi. Diduga, kasus ini tidak hanya melibatkan satu perusahaan, melainkan 23 perusahaan.
Kasus lain yang menyeret Bulog terjadi ketika Satgas Pangan Polda Sumatera Selatan pada Juli 2017 mengamankan 39 ton beras Rastra Bulog tidak layak konsumsi dan ditemukan di gudang tempat mengoplosan beras Rastra.
Tak lama, Satgas Pangan Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada Juli 2017, mengabarkan Polres setempat telah menemukan sekitar 40 ton beras di sebuah gudang. Beras tersebut dalam karung bertuliskan Bulog. Beras dioplos dengan merk lain untuk didistribusikan kepada pelanggan.
Aparat hukum juga tengah melakukan penyelidikan terhadap oknum pegawai Gudang Bulog yang diduga menilep beras 600 ton senilai Rp 4,4 miliar di gudang Randugarut Semarang, Jawa Tengah, yang kasusnya terungkap Agustus 2017.
Selain kasus tersebut, Humas Polda Jawa Tengah juga mengungkapkan bahwa Satgas Pangan telah membongkar penimbunan 39 ton gula kristal putih yang tidak memenuhi SNI. Gula tersebut ditimbun di sebuah Gudang PT Gendis Multi Manis (GMM) di Blora, yang dikelola Bulog.
Kemudian, kasus gula rafinasi, di mana Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti beberapa kali dipanggil Mabes Polri untuk dimintai keterangan. Ada pun kasus ini terkait impor gula Bulog tahun 2016 sebanyak 2,9 juta ton.
Kasus lainnya terkait impor daging dari India yang diduga ada permainan “kongkalikong” karena harga diberlakukan sama untuk 10 importir, dengan harga lebih mahal yakni 3,5 dolar AS per kilogram, padahal harganya hanya 2,4 dolar AS per kilogram.
Bagi Firman, rentetan kasus tersebut menjadi catatan bahwa kinerja Bulog cukup mengecewakan di tengah gencarnya pemerintahan Jokowi-JK memberi pelayanan maksimal bagi masyarakat dengan harga pangan yang terjangkau serta meningkatkan kesejahteraan petani.