Kamis, 2 Oktober 2025

UU Penerimaan Negara Bukan Pajak Direvisi, Pungutan di Luar Pajak Berpotensi Nambah

Objek pungutan non pajak meliputi seluruh aktivitas, hal, benda, yang menjadi sumber penerimaan negara di luar perpajakan

Editor: Choirul Arifin
Warta Kota/ANGGA BHAGYA NUGRAHA
Warga melakukan pembayaran pajak kendaraan di Kantor Samsat Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (31/7/2017). Dirlantas Polda Metro Jaya bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta menghapus sanksi administrasi atau denda pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB) bagi wajib pajak (WP) yang memiliki tunggakan. Penghapusan denda diberlakukan bagi WP yang membayar pajak hingga 31 Agustus 2017. Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan DPR memulai pembahasan revisi Undang-Undang No. 20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Selasa (23/1). Sejumlah poin krusial masuk dalam revisi beleid itu.

Sejumlah hal krusial yang disorot antara lain meliputi tarif PNBP, serta objek pungutan non-pajak. Ihwal tarif, RUU PNBP akan memberikan wewenang kepada menteri untuk menentukan tarif PNBP di instansinya melalui peraturan menteri. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, penentuan tarif PNBP harus ditetapkan melalui peraturan pemerintah.

Selain tarif, RUU PNBP memperluas objek pungutan non pajak. Objek pungutan non pajak meliputi seluruh aktivitas, hal, benda, yang menjadi sumber penerimaan negara di luar perpajakan (pajak dan cukai) dan hibah.

Objek itu meliputi pelaksanaan pemerintahan, penggunaan dana APBN, pengelolaan kekayaan negara, hingga penetapan peraturan perundang-undangan. Di kategori pelaksanaan pemerintahan, RUU PNBP menambah objek pungutan non pajak, antara lain kesehatan, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.

Namun di sisi lain RUU PNBP juga memperluas opsi keringanan berupa pengurangan dan pembebasan PNBP. Pasal 59 RUU ini menyatakan, pembayar PNBP dapat mengajukan permohonan keringanan PNBP jika menghadapi kondisi kahar, diputus pailit pengadilan, dan kesulitan likuiditas. Keringanan itu bisa berupa penundaan pembayaran, pengangsuran, pengurangan, hingga pembebasan pembayaran PNBP.

Baca: 274 Rumah di Kabupaten Bogor Rusak Akibat Gempa Selasa Siang, Ini Rinciannya

Baca: 16 Penumpang Pesawat AirAsia Kedapatan Bawa 448 Botol Miras Seharga Rp 500 Juta

Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar Mukhammad Misbakhun khawatir, RUU ini mendorong menteri berlomba-lomba membentuk badan layanan umum (BLU) untuk memburu setoran PNBP. Alhasil, RUU ini justru memicu pungutan di instansi pemerintah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menandaskan, rancangan revisi UU PNBP akan memperketat pengelolaan BLU milik kementerian. "Agar kementerian dan lembaga tidak berlomba-lomba membuat BLU dan (mengenakan) charge," kata Menkeu, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (23/1).

Dia menambahkan, masyarakat tidak mampu akan terbebas dari PNBP. "UU yang ada belum mengaturnya," kata Sri Mulyani.

Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Elviana keberatan jika bidang pendidikan masuk dalam objek PNBP. "Ini akan memberatkan masyarakat," katanya. Dia berharap bidang pendidikan tak dikenai dari PNBP.

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved