Kamis, 2 Oktober 2025

Dianggap Tidak Pro Investasi, PPLI Usulkan Revisi UU Kepailitan

UU Kepailitan di Indonesia sangat sederhana dan membuat mudah, siapa saja bisa mempailitkan sebuah perusahaan.

Editor: Choirul Arifin
IST
Presiden Perkumpulan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI) DR M Achsin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI) mengusulkan revisi atas Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.

Isi undang-undang ini dinilai PPLI tidak pro investasi lantaran dasar memailitkan sebuah perusahaan terlalu gampang. Perusahaan menjadi mudah dipailitkan oleh krediturnya hanya karena gagal bayar.

"Syarat kepailitan di undang-undang ini terlalu mudah. Seharusnya ada insolvency test, yakni tes ketiakmampuan sebuah perusahaan membayar utang-utangnya. Harus dicari tahu apakah perusahaan tidak mau atau memang tidak mampu membayar utang. Mungkon saja ada sengketa diantara para pihak," ujar Presiden PPLI DR M Achsin, usai inaugurasi dan pengambilan sumpah profesi likuidator di Jakarta, Selasa (17/10/2017).

Dia menilai, UU Kepailitan di Indonesia sangat sederhana dan membuat mudah, siapa saja bisa mempailitkan sebuah perusahaan.

Yakni cukup dengan dua kreditor yang salah satunya tagihannya kepada debitur sudah jatuh tempo dan tidai dibayar, kreditor tersebut sudah bisa mengajukan gugatan pailit ke Pengadilan Niaga.

M Achsin mencontohkan kasus kepailitan perusahaan jamu PT Nyonya Meneer di Semarang. Menurutnya, pailitnya perusahaan ini tidak logis lantaran aset yang dimiliki sangat besar sementara kewajiban kepada krediturnya hanya sekitar Rp 180-an miliar. 

Baca: Makin Banyak Kasus Badan Hukum Dilikuidasi, Profesi Likuidator Makin Dibutuhkan

Baca: Produksi Garam Nasional Digenjot, Luhut Janjikan 2020 Tidak Ada Impor Lagi

"Perusahaaan ini memiliki aset Rp 3 triliun, sementara utangnya hanya Rp 180 miliar. Hanya karena janji yang belum pas sebanyak Rp 7 miliar kepada kreditur, lalu dipailitkan. Itu bikin investor gamang mau inves di Indonesia," ungkapnya.

"Dampaknya banyak. Perusahaan tidak lagi bisa menyediakan lapangan kerja. Ini mengancam iklim  investasi. Makanya perlu ada revisi UU Kepailitas," tegasnya.

Dia menambahkan, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) sudah berinisiatif mengajukan usulan revisi.

"Saya dengar sudah masuk Prolegnas 2019. Revisi ini penting karena UU ini mengancam peluang kerja bagi banyak orang. Investor jadi takut masuk dan karyawan terancam jobless (kehilangan pekerjaan)," imbuhnya.

Terkait dengan prosedur kepailitan, apa yang terjadi di Indonesia berbeda dengan di negara lain.

"Kalau di negara negara lain, kendali ada di tangan likuidator. Konsep talangan dari negara atau swasta jika diperlukan, bisa dilakukan. Semuanya dalam kendali likuidator saat ada yang pailit. Bedanya dengan yang di sini, kepailitan menyelesaikan semuanya, baik itu konkuren (utang biasa) separatis (berjaminan), maupun preferen (seperti urusan pajak dan urusan nasib karyawan). Semuanya ada di tangan likuidator," bebernya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved