Transfer Dana Jumbo
Lima Fakta Politisi Indonesia yang Transfer Uang Rp 18,9 Triliun dari Luar Negeri
"Mereka (regulator jasa keuangan Eropa dan Asia) lapor kok Standchart ke kita," ujar Ken, Sabtu (7/10/2017).
Penulis:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dunia keuangan Indonesia gempar.
Pasalnya, seorang nasabah warga negara Indonesia yang identitasnya masih dirahasiakan melakukan transfer uang senilai 1,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp 18,9 triliun dari Bank Standard Chartered Inggris.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengetahui identitas yang bersangkutan namun untuk kerahasiaan nasabah maka tidak dijelaskan ke publik.
Wakil Ketua PPATK, Dian Ediana Rae mengatakan, analisis PPATK sebenarnya sudah dilakukan sejak beberapa bulan yang lalu, terkait pergerakan beberapa dana besar dari Standard Chartered Plc oleh nasabah Indonesia.
"Hasilnya sudah kita kirim ke DJP karena memang dugaan sementara itu adalah tax avasion atau tax fraud (penghindaran pajak)," ujar Dian saat dihubungi, Jakarta, Senin (9/10/2017).
Baca: Dua Hal Mencurigakan dari Transfer Dana Rp 18,9 Triliun oleh Nasabah Indonesia
Direktorat Jenderal Pajak sudah mendapatkan identitas nasabah Warga Negara Indonesia itu.
Saat ini pihak regulator jasa keuangan Eropa dan Asia menyelidiki hal tersebut.
Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiastradi mengungkapkan informasi tersebut didapatkan otomatis dari pihak perbankan dan jasa keuangan.
Hal ini sejalan dengan UU Keterbukaan Informasi Pajak yang disahkan mulai Juli 2017.
"Mereka (regulator jasa keuangan Eropa dan Asia) lapor kok Standchart ke kita," ujar Ken, Sabtu (7/10/2017).
Berikut sejumlah fakta tentang transfer uang tersebut:
1. Politisi dekat dengan militer
Orang yang melakukan transfer itu disebut seorang politisi di Indonesia dan memiliki hubungan kedekatan dengan militer.
Politisi itu disebut-sebut sering disorot publik di Indonesia.
Penyelidikan dilakukan setelah pihak Standard Chartered mempertanyakan kegiatan transfer tersebut, yang secara tiba-tiba dilakukan oleh sejumlah rekening yang selama ini terbilang "minim aktivitas".
2. OJK dan PPATK Turun Tangan
Kepala Departemen Sekretariat Dewan Komisioner, Hubungan Masyarakat dan Internasional OJK Anto Prabowo mengatakan bakal terus berkoordinasi dengan pihak terkait dan PPATK.
"Kami akan terus lakukan koordinasi dengan PPATK, kami ingin mencari info lebih dalam," kata Anto Minggu (8/10/2017).
Terkait kasus ini, OJK bilang sebenarnya regulator telah mempunyai mekanisme pengawasan. Menurut OJK, jika ada masalah terkait sistem keuangan maka regulator terkait akan melakukan pengelusuran.
3. Otoritas Eropa dan Asia Turun Tangan
Otoritas eropa dan asia turun tangan menyelidiki Standard Chartered Plc atas dugaan transfer aset klien.
Standard Chartered diduga telah melakukan transfer aset sebesar 1,4 miliar dolar AS (Rp 18,9 triliun) milik kliennya dari Guernsey ke Singapura.
Semua dilakukan sebelum peraturan transparansi pajak baru diberlakukan.
Penyelidikan dilakukan terkait kemungkinan adanya keterlibatan staf perusahaan jasa keuangan multinasional yang berpusat di London, Inggris, itu.
Pihak Standard Chartered melakukan penyelidikan setelah pegawai perusahaan tersebut mempertanyakan waktu transaksi dan verifikasi sumber dana nasabah.
4. Hindari Pajak
Wakil Ketua PPATK, Dian Ediana Rae mengatakan, analisis PPATK sebenarnya sudah dilakukan sejak beberapa bulan yang lalu, terkait pergerakan beberapa dana besar dari Standard Chartered Plc oleh nasabah Indonesia.
"Hasilnya sudah kita kirim ke DJP karena memang dugaan sementara itu adalah tax avasion atau tax fraud (penghindaran pajak)," ujar Dian saat dihubungi, Jakarta, Senin (9/10/2017).
Menurut Dian, hasil temuan PPATK tersebut menyangkut sejumlah perusahaan dan pengusaha WNI. Namun, PPATK tidak dapat menyebutkan nama instansi yang melakukan transfer maupun menerima.
"Benar tidaknya, dugaan tax fraud itu tergantung hasil investigasi DJP yang berwenang untuk urusan ini," ucap Dian.
5. Mencurigakan
Ada dua hal mencurigakan dari transfer dana tersebut, yang dipertanyakan oleh pegawai Standard Chartered.
Hal pertama yang dianggap demikian adalah waktu transfer dana yang dilakukan pada akhir 2015, tepat sebelum Guernsey menerapkan peraturan global transparansi data pajak (CRS) pada 2016.
Selain itu, yang juga mencurigakan adalah adanya ketimpangan besar antara pendapatan nasabah yang melakukan transfer tersebut dengan jumlah aset dalam rekeningnya.
Meski demikian, transfer dana yang dirasa janggal itu tetap saja diloloskan oleh tim pemeriksa kejahatan di bidang finansial Standard Chartered setelah ditinjau ulang.